Sunday, September 2, 2012

Komunitas Samin: Kearifan Berbuat Baik dengan Alam

Oleh Budhy Kristanty

Bojonegoro Teak Forest. Photo by Johanna Ernawati/ Bobo Magazine
Kompasiana, 16 March 2012 | 16:01

Dalam kearifan budaya Samin, alam akan berlaku baik bila manusia memperlakukan lingkungan sama baiknya dengan apa yang diucapkan, dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh manusia, kata Mbah Hardjo Kardi, 71 tahun, sesepuh komunitas Samin menerangkan mengenai apa yang dirasakannya mengenai perubahan iklim.

“Bila kami pikir hanya perlu satu pohon untuk membangun satu rumah, kami hanya potong satu pohon saja. Tidak boleh dua atau tiga. Itu dilarang,” kata mbah Harjo, tetua dari 50 kepala keluarga petani komunitas Samin di Dusun Jepang, kabupaten Bojonegoro, Propinsi Jawa Timur. “Bagi kami, ambil seperlunya dari alam. Jangan tamak. Jujur saja, berapa yang diperlukan dan untuk apa,” ujar mbah Harjo lugas seraya memberikan penjelasan akan filosofi komunitas Samin akan kejujuran pikiran, hati dan perbuatan.

Di kehidupan sehari-hari, komunitas ini sangat percaya akan jatmiko (ajaran ilmu jiwa raga) untuk hidup selaras dengan lingkungan.  “Alam mengerti bila kita sayang, begitu tutur pinutur dari Ki Samin (pendiri komunitas Samin),” kata Bambang, cucu Mbah Hardjo. Menurut mereka, karena manusia serakah menghabisi alam untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tak pernah terpuaskan maka alam akan mengimbangi dengan memberikan dampak buruk. “Alam sudah berubah karena ulah manusia. Jika dulu hujan panas bisa diterka, sekarang tidak,” ujar Mbah Hardjo.

Dalam praktik konservasi nyata, komunitas ini ketat menerapkan aturan menjaga lingkungan, seperti tidak membiarkan lahan tidur kosong tanpa pohon di wilayah desa serta melakukan ruwatan yaitu berdoa bersama untuk menghindarkan diri dari dampak yang ditimbulkan akibat kesalahan manusia.

Keunikan budaya Samin adalah kearifan mereka berdasarkan pemikiran logis, berbeda dengan Kejawen. Yayan Rohman, camat Margomulyo mengatakan bahwa kearifan Samin tidak berdasarkan mistis seperti pohon tua warisan leluhur tidak boleh ditebang karena ada penghuninya. “Jika perlu untuk pertumbuhan tanaman baru, mereka tak segan menebang pohon.” Ujar Yayan.

Kerjasama menguntungkan dalam pengelolaan lingkungan juga mereka lakukan dengan perum Perhutani. Secara rutin, mereka melakukan ronda di hutan jati milik perkebunan milik negara ini. Komunitas Samin menghormati wilayah perkebunan jati milik negara ini dengan turut menjaga agar aman dari penjarahan liar. Sebaliknya perum perhutani memperbolehkan komunitas melakukan pertanian wana tani tumpang sari dan menebang kayu jati untuk pembangunan rumah mereka.

Catatan
Tulisan ini dibuat pada saat pembukaan konferensi anak nasional majalah Bobo yang diselenggarakan pada hari Senin, 14 November 2011 di gedung Gramedia Majalah di Jakarta. Mbah Harjo diundang sebagai tokoh panutan anak-anak yang teguh memegang prinsip kejujuran, sesuai dengan tema konferensi yaitu ‘Ayo Kita Jujur’

No comments:

Post a Comment