Thursday, May 31, 2012

Mengenal Islam Aliran Aboge dan Sistem Kalender Mereka

Meski pemerintah telah mengumumkan bahwa tanggal 1 Ramadhan jatuh pada 1 September, tetapi pengikut Islam aliran Raden Rasid Sayid Kuning atau Alip-Rebo-Wage (A-bo-ge) mulai menjalankan ibadah puasa pada Rabu (3/9).

"Hari ini (Rabu, red) puasa hari pertama bagi penganut Aboge," kata Maksudi penganut Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, Rabu.

Menurut dia, dasar penentuan 1 Ramadhan telah diyakini warga Aboge sejak abad 14, yakni dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu dan Jim akhir.

Dengan demikian, para penganut Aboge menyakini tanggal 1 Muharam yang lalu jatuh pada tahun Alip, dan pada hari Jumat dengan pasaran Pon.

a. Aliran Islam Aboge

Di wilayah Kabupaten Banyumas terdapat aliran Islam Aboge. Penganut Islam Aboge atau Alip-Rebo-Wage (A-bo-ge) merupakan pengikut aliran yang diajarkan Raden Rasid Sayid Kuning.

Saat ini terdapat ratusan pengikut aliran ini yang tersebar di sejumlah desa, antara lain Desa Cibangkong (Kecamatan Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), dan Desa Tambaknegara (Rawalo) kabupaten Banyumas Jawa Tengah.

Selain itu, di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga, juga terdapat ratusan penganut Islam Aboge.


b. Sistem Perhitungan Kalender Aboge

Perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning dari Pajang.

Perhitungan ini merupakan gabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.

Dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari.


c. Penganut Islam Aboge Mulai Puasa Hari Kamis 12 Agustus 2010

Penganut Islam Aboge (Alip Rebo Wage) di wilayah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, meyakini awal bulan Ramadhan akan jatuh pada hari Kamis, 12 Agustus 2010.

"Hal itu diketahui berdasarkan hasil perhitungan yang telah digunakan oleh leluhur kami hingga sekarang," kata tokoh masyarakat Islam Aboge, Santibi (65) di Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Minggu (8/8/2010).

Menurut dia, penganut Islam Aboge meyakini bahwa dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri dari tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir.

Berdasarkan keyakinan ini, kata dia, penganut Aboge meyakini jika sekarang merupakan tahun Dal sehingga tanggal 1 Muharam-nya jatuh pada hari Sabtu dengan hari pasarannya Legi atau Dal-Tu-Gi (tahun Dal hari pertamanya Sabtu Legi).

Dengan demikian, lanjutnya, hari pertama tahun baru tersebut (1 Muharam) dijadikan patokan untuk melakukan perhitungan hari termasuk mengetahui awal puasa Ramadhan.

"Dalam hal ini, kami menggunakan perhitungan yang menyebutkan bulan, hitungan hari, dan hitungan pasaran yang diturunkan dari Dal-Tu-Gi tersebut," katanya. Menurut dia, dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari.

Oleh karena itu, kata dia, seperti dilansir antaranews.com, untuk menghitung awal puasa Ramadhan menggunakan perhitungan Sa-Nem-Ro (puasa-enem-loro) atau Do-Nem-Ro (Ramadhan-enem-loro) yang dihitung dari hari pertama tahun Dal, yakni Sabtu Legi.

"Berdasarkan Sa-Nem-Ro atau Do-Nem-Ro tersebut diketahui awal puasa atau tanggal 1 Ramadhan jatuh pada hari keenam (enem) dan pasaran kedua (loro), yakni Kamis Pahing atau 12 Agustus 2010. Itu semua karena hari pertama tahun Dal jatuh pada Sabtu Legi sehingga hari keenamnya jatuh pada hari Kamis dan pasaran keduanya adalah Pahing," jelasnya.
[Antara News/wbw-wbw.blogspot.com]  Gambar : .jakartapress.com
 
Retrieved from: http://www.duniaunik.info/2010/08/mengenal-islam-aliran-aboge-dan-sistem.html

Wednesday, May 2, 2012

Jamaah An-Nadzir Gowa Sulawesi Selatan

16 October, 2007
By Saman UI

Bangsa Indonesia dengan ciri yang penuh keberagaman dari berbagai penjuru mulai dari Sabang sampai Merauke, keanekaberagaman ini tidak lepas dari khasanah bangsa yang ada sejak nenek moyang dulu. Mulai dari kebudayaan, tradisi, makanan khas sampai ke masalah sosial maupun agama. Baru-baru ini sekitar satu bulan berbagai berita baik media cetak dan elektronik kian menunjukkan keberagaman itu sendiri berhubung kita umat muslim baru saja melewatkan bulan Ramadhan 1428 H. Di sebuah pelosok tanah air Indonesia wilayah timur, tepatnya di pinggiran Danau Mawang, Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan terdapat sebuah jamaah Islam yang baru-baru ini kian mencuat ke atas publik, siapa dia? Dengan bercirikan penampilan yang serba hitam, berambut pirang sebahu dan serban hitam yang berpadukan putih serta cadar bagi sebagian kaum ibu, itulah An-Nadzir.

An-Nadzir (pemberi peringatan) itulah sebuah majelis yang mereka sebutkan dengan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist dan mereka sangat sensitif bila disebutkan dengan aliran sesat atau aliran yang tidak tentu karena mereka meyakini bahwa jamaah An-Nadzir telah konsisten dengan Al-Quran dan Hadist. Sedikit cerita mengenai keberadaan mereka di sebuah pemukiman yang terpencil di Kabupaten Gowa 20 kilometer dari kota Makassar, dari berbagai sumber dipercaya dan beberapa media awal kemunculan jamaah ini adalah dari seorang Syech Muhammad Al Mahdi Abdullah yakni Imamnya ajaran An-Nadzir yang asalnya imam tersebut tidak diberitakan dari mana. Syech Muhammad Al Mahdi Abdullah sendiri masuk ke daerah Gowa pada tahun 1998 hingga sekarang telah ada sebanyak 500 jemaah lebih dari pengikut An-Nadzir, mereka tidak hanya tersebar di Gowa Sulawesi Selatan melainkan telah mulai merambah keberbagai wilayah di Indonesia seperti Medan (Sumatera Utara), Jakarta, Palopo bahkan beberapa ada di luar negeri.

Ada beberapa hal yang membuat mereka berbeda dari umat Islam pada umumnya selain dari bentuk ciri-ciri yang disebutkan di atas. Tepatnya pada bulan Ramadhan kali ini, jamaah ini memang memiliki sorotan penting dari berbagai media dan publik terutama mengenai hal ibadah yang mereka lakukan sepanjang bulan Ramadhan. Sebut saja dari segi berpuasa, shalat sunat tarawih sampai penentuan 1 Syawal 1428 H yang jauh berbeda dengan ormas Islam seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Bila anda ingin membacanya lebih lanjut silakan melihat rujukan-rujukan di sini atau ini.

Sebenarnya banyak kalangan umat Islam di Indonesia pada umumnya yang masih penasaran dengan keberadaan jamaah An-Nadzir di Gowa Sulawesi Selatan. Melihat dari keterkaitan dengan Imam Mahdi yakni sebagai imam akhir zaman yang mereka tunggu selama ini, membuat jamaah ini terasa asing di berbagai kalangan. Karena bila kita pernah mencermati berita-berita yang terkait dengan Imam Mahdi di dunia ini, seperti di negara Jordania pernah terdengar bahkan ada orang yang mengaku sebagai Imam Mahdi. Tentunya hal tersebut sungguh aneh, kedatangan seorang Imam yang diakui oleh dirinya sendiri. Wallahu’alam.[red]

Retrieved from: http://samanui.wordpress.com/2007/10/16/jamaah-an-nadzir-gowa-sulawesi-selatan/

Tuesday, May 1, 2012

Jamaah An-Nadzir: Melawan Arus, Membangun Kemandirian

Jamaah An-Nadzir: Melawan Arus,
Membangun Kemandirian
Sa pri ll a h1
1Balai Penelitian dan Pengambangan Agama Makassar.
Jl.Mammoa dalam no. 2, Makassar.
Email: pepi_litbang@yahoo.com
Abstract
Freedom of expression that is more open after the fall of Suharto, has opened the door for many new sects of religion to come up. The study covers one of the new Islam sects called an-Nadzir. An-Nadzir is a unique sect of “Ahlul Bayt” that has developed since 2003 in South Sulawesi Indonesia. They refuse to be labeled as Shia or Sunni but they practice shalat with the same movement as Shia. Its uniqueness is laid on several characters : the followers must wear black surplice and lengthen and colour their hairs blonde. As In Shia, they have an awaited Imam, but their imam had already come to this earth and reincarnated in one of south Sulawesi great figures: Kahar Muzakkar. As they get oppressed, its followers have moved and established its own base and location in Mawang Village, Gowa, South Sulawesi Province. They try to live autonomously by establishing and managing their own economic area in cooperation with local inhabitants.
Keywords: an-Nadzir, Gowa, unique sect, Ahlul Bayt