Merdeka, Selasa, 17 Juli 2012 16:40:17
Reporter: Slamet Nusa
Penganut ajaran Islam Kejawen Alif Rebo Wage atau Aboge mempunyai cara tersendiri untuk menentukan kapan dimulainya puasa. Jika Muhammadiyah menggunakan hisab atau perhitungan dan Nahdlatul Ulama menggunakan Rukhyah, maka kaum Aboge menggunakan almanak Jawa untuk menentukan awal puasa. Apa perbedaannya?
"Hitungannya sudah paten, formulasi penanggalannya sudah jelas," kata Juru Bicara Trah Bonokeling, Sumitro, yang menggunakan perhitungan Aboge untuk menentukan awal puasa, Selasa (17/7).
Bagi dia, perhitungan menggunakan penanggalan Jawa mudah untuk dipelajari. Setiap pemuda, kata dia, akan diajari oleh orang tuanya untuk menghitung penanggalan. Selain untuk menentukan hari baik bagi yang akan melangsungkan hajatan, penanggalan itu juga digunakan untuk menentukan hari besar agama, termasuk puasa dan Lebaran.
Menurut dia, berdasarkan penanggalan Jawa, tahun ini merupakan tahun wawu di mana 1 Sura atau tahun baru Islam jatuh pada hari Senin Kliwon. Tahun baru tersebut disingkat Waninwon, atau Wawu Senin Kliwon.
Menurut dia, hitungan Waninwon tersebut menjadi patokan dalam sejumlah penanggalan termasuk penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan rumusan yang telah diyakini penganut Islam Aboge sejak ratusan tahun silam.
Penganut Islam Aboge meyakini bahwa dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri atas tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari dengan hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.
Hari dan pasaran pertama pada tahun Alif jatuh pada Rabu Wage (Aboge), tahun Ha pada Ahad/Minggu Pon (Hakadpon), tahun Jim Awal pada Jumat Pon (Jimatpon), tahun Za pada Selasa Pahing (Zasahing), tahun Dal pada Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be pada Kamis Legi (Bemisgi), tahun Wawu pada Senin Kliwon (Waninwon), dan tahun Jim Akhir pada Jumat Wage (Jimatge).
Hari dan pasaran pertama pada tahun berjalan ini menjadi patokan penentuan penanggalan berdasarkan rumusan yang berlaku bagi penganut Islam Aboge, misalnya Sanemro (Pasa Enem Loro) untuk menentukan awal Ramadan dan Waljiro untuk menentukan 1 Syawal.
Oleh karena sekarang tahun Wawu, kata dia, patokan Waninwon (Wawu Senin Kliwon) diturunkan pada rumusan Sanemro (Pasa Enem Loro), yakni awal puasa Ramadan jatuh pada hari keenam dengan pasaran kedua sehingga muncul Sabtu Manis atau Sabtu Legi.
"Hari pertama tahun Wawu jatuh pada Senin sehingga hari keenamnya adalah Sabtu. Pasaran pertama tahun Wawu jatuh pada Kliwon, sehingga pasaran keduanya pada Manis atau Legi," katanya.
Berdasarkan patokan Waninwon tersebut, kata dia, dapat diketahui bahwa 1 Syawal akan jatuh pada Senin Manis atau 20 Agustus 2012, karena mengacu para rumusan Waljiro (Syawal Siji Loro), yakni 1 Syawal jatuh pada hari pertama (Senin) dan pasaran kedua (Manis/Legi).
Perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning berasal dari Pajang. "Bedanya kami dengan Muhammadiyah dan NU hanya pada penentuan tanggal, selain itu sama semua," katanya.
Lalu bagaimana dengan Muhammadiyah dan NU?
Muhammadiyah menerapkan penentuan awal bulan menggunakan metode hisab, meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan proses rukyat. Hal ini beralasan bahwa berdasarkan perkembangan iptek dan pola kehidupan masyarakat maka pelaksanaan rukyat dilakukan dengan menggunakan hisab. Dengan metode hisab dari Muhammadiyah ini maka dianggap sudah memasuki bulan baru manakala sudah dapat dilihat wujudul hilal atau nampaknya bulan baru setelah terbenamnya matahari.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, Ibnu Hasan, meminta warga Muhammadiyah untuk saling menghormati. Menurutnya, Muhammadiyyah melihat posisi hilal 1,3 derajat tanggal 19 Juli sudah ufuk, maka 20 Juli ditetapkan awal Puasa. Mereka akan puasa genap 30 hari.
"Meskipun kita sudah ada kepastian tentang awal puasa, tetapi tetap menghormati yang menentukan puasa dengan melihat hilal," katanya.
Sedangkan NU dalam menentukan awal bulan Qomariyah (Hijriyah) pada awalnya hanya menerapkan metode rukyatul hilal, namun dalam perkembangannya juga mengkombinasikan dengan rukyat berkualitas dengan dukungan hisab yang akurat sekaligus menerima kriteria imkanur rukyat. NU telah melakukan redefinisi hilal dan rukyat menurut bahasa, Alquran, As-Sunnah dan menurut sains sebagai landasan dan pijakan kebijakannya dalam penentuan awal Ramadan, dan jatuhnya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
NU akan menentukan pergantian bulan manakala bulan baru sudah terlihat setelah terbenamnya matahari setinggi 2 derajat, bila tidak maka bulan akan digenapkan menjadi 30 hari.
Sedangkan Ketua PCNU Banyumas, KH Taefur Arofat juga menegaskan, perbedaan penentuan awal puasa tidak bisa dihindari. "Tetapi memiliki komitmen sama, menghormati Muhammadiyah yang telah menentukan awal puasa. Karena saling menghormati mutlak menjadi kunci. Untuk NU, tetap akan menunggu hasil sidang isbat yang dilakukan pemerintah. Yang pasti, semuanya punya dasar, pada koridor dan tidak asal. Warga NU, tetap menunggu pemerintah, tidak perlu saling ejek," katanya.
[hhw]Reporter: Slamet Nusa
Penganut ajaran Islam Kejawen Alif Rebo Wage atau Aboge mempunyai cara tersendiri untuk menentukan kapan dimulainya puasa. Jika Muhammadiyah menggunakan hisab atau perhitungan dan Nahdlatul Ulama menggunakan Rukhyah, maka kaum Aboge menggunakan almanak Jawa untuk menentukan awal puasa. Apa perbedaannya?
"Hitungannya sudah paten, formulasi penanggalannya sudah jelas," kata Juru Bicara Trah Bonokeling, Sumitro, yang menggunakan perhitungan Aboge untuk menentukan awal puasa, Selasa (17/7).
Bagi dia, perhitungan menggunakan penanggalan Jawa mudah untuk dipelajari. Setiap pemuda, kata dia, akan diajari oleh orang tuanya untuk menghitung penanggalan. Selain untuk menentukan hari baik bagi yang akan melangsungkan hajatan, penanggalan itu juga digunakan untuk menentukan hari besar agama, termasuk puasa dan Lebaran.
Menurut dia, berdasarkan penanggalan Jawa, tahun ini merupakan tahun wawu di mana 1 Sura atau tahun baru Islam jatuh pada hari Senin Kliwon. Tahun baru tersebut disingkat Waninwon, atau Wawu Senin Kliwon.
Menurut dia, hitungan Waninwon tersebut menjadi patokan dalam sejumlah penanggalan termasuk penentuan awal Ramadhan dan 1 Syawal berdasarkan rumusan yang telah diyakini penganut Islam Aboge sejak ratusan tahun silam.
Penganut Islam Aboge meyakini bahwa dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri atas tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30 hari dengan hari pasaran berdasarkan perhitungan Jawa, yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing.
Hari dan pasaran pertama pada tahun Alif jatuh pada Rabu Wage (Aboge), tahun Ha pada Ahad/Minggu Pon (Hakadpon), tahun Jim Awal pada Jumat Pon (Jimatpon), tahun Za pada Selasa Pahing (Zasahing), tahun Dal pada Sabtu Legi (Daltugi), tahun Ba/Be pada Kamis Legi (Bemisgi), tahun Wawu pada Senin Kliwon (Waninwon), dan tahun Jim Akhir pada Jumat Wage (Jimatge).
Hari dan pasaran pertama pada tahun berjalan ini menjadi patokan penentuan penanggalan berdasarkan rumusan yang berlaku bagi penganut Islam Aboge, misalnya Sanemro (Pasa Enem Loro) untuk menentukan awal Ramadan dan Waljiro untuk menentukan 1 Syawal.
Oleh karena sekarang tahun Wawu, kata dia, patokan Waninwon (Wawu Senin Kliwon) diturunkan pada rumusan Sanemro (Pasa Enem Loro), yakni awal puasa Ramadan jatuh pada hari keenam dengan pasaran kedua sehingga muncul Sabtu Manis atau Sabtu Legi.
"Hari pertama tahun Wawu jatuh pada Senin sehingga hari keenamnya adalah Sabtu. Pasaran pertama tahun Wawu jatuh pada Kliwon, sehingga pasaran keduanya pada Manis atau Legi," katanya.
Berdasarkan patokan Waninwon tersebut, kata dia, dapat diketahui bahwa 1 Syawal akan jatuh pada Senin Manis atau 20 Agustus 2012, karena mengacu para rumusan Waljiro (Syawal Siji Loro), yakni 1 Syawal jatuh pada hari pertama (Senin) dan pasaran kedua (Manis/Legi).
Perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad ke-14 dan disebarluaskan oleh ulama Raden Rasid Sayid Kuning berasal dari Pajang. "Bedanya kami dengan Muhammadiyah dan NU hanya pada penentuan tanggal, selain itu sama semua," katanya.
Lalu bagaimana dengan Muhammadiyah dan NU?
Muhammadiyah menerapkan penentuan awal bulan menggunakan metode hisab, meskipun tidak sepenuhnya menghilangkan proses rukyat. Hal ini beralasan bahwa berdasarkan perkembangan iptek dan pola kehidupan masyarakat maka pelaksanaan rukyat dilakukan dengan menggunakan hisab. Dengan metode hisab dari Muhammadiyah ini maka dianggap sudah memasuki bulan baru manakala sudah dapat dilihat wujudul hilal atau nampaknya bulan baru setelah terbenamnya matahari.
Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, Ibnu Hasan, meminta warga Muhammadiyah untuk saling menghormati. Menurutnya, Muhammadiyyah melihat posisi hilal 1,3 derajat tanggal 19 Juli sudah ufuk, maka 20 Juli ditetapkan awal Puasa. Mereka akan puasa genap 30 hari.
"Meskipun kita sudah ada kepastian tentang awal puasa, tetapi tetap menghormati yang menentukan puasa dengan melihat hilal," katanya.
Sedangkan NU dalam menentukan awal bulan Qomariyah (Hijriyah) pada awalnya hanya menerapkan metode rukyatul hilal, namun dalam perkembangannya juga mengkombinasikan dengan rukyat berkualitas dengan dukungan hisab yang akurat sekaligus menerima kriteria imkanur rukyat. NU telah melakukan redefinisi hilal dan rukyat menurut bahasa, Alquran, As-Sunnah dan menurut sains sebagai landasan dan pijakan kebijakannya dalam penentuan awal Ramadan, dan jatuhnya hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
NU akan menentukan pergantian bulan manakala bulan baru sudah terlihat setelah terbenamnya matahari setinggi 2 derajat, bila tidak maka bulan akan digenapkan menjadi 30 hari.
Sedangkan Ketua PCNU Banyumas, KH Taefur Arofat juga menegaskan, perbedaan penentuan awal puasa tidak bisa dihindari. "Tetapi memiliki komitmen sama, menghormati Muhammadiyah yang telah menentukan awal puasa. Karena saling menghormati mutlak menjadi kunci. Untuk NU, tetap akan menunggu hasil sidang isbat yang dilakukan pemerintah. Yang pasti, semuanya punya dasar, pada koridor dan tidak asal. Warga NU, tetap menunggu pemerintah, tidak perlu saling ejek," katanya.
Retrieved from:http://www.merdeka.com/peristiwa/perbedaan-awal-puasa-muhammadiyah-nu-dan-aboge.html
No comments:
Post a Comment