Islam Wetu Telu
September 21, 2010 by zaenudinmansyur
Sejarah Islam Wetu Telu di Lombok
Wetu Telu (bahasa Indonesia:Waktu Tiga) adalah praktik unik sebagian masyarakat suku Sasak yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam.
Ditengarai bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam di
masa lampau, yang berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak pada
waktu itu secara bertahap, meninggalkan pulau Lombok sebelum mengajarkan
ajaran Islam dengan lengkap[1].
Saat ini para penganut Wetu Telu sudah sangat berkurang, dan hanya
terbatas pada generasi-generasi tua di daerah tertentu, sebagai akibat
gencarnya para pendakwah Islam dalam usahanya meluruskan praktik
tersebut.
Sejarah
Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa Jawa Kuno.
Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta
menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan
lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat
setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat
setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama
pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat
bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa
Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan
adalah para pemangku adat atau kiai saja.
Dalam[1]
disampaikan dugaan bahwa praktik tersebut bertahan karena para wali
yang menyebarkan Islam pertama kali tersebut, tidak sempat menyelesaikan
ajarannya, sehingga masyarakat waktu itu terjebak pada masa peralihan.
Para murid yang ditinggalkan tidak memiliki keberanian untuk mengubah
praktik pada masa peralihan tersebut ke arah praktik Islam yang lengkap.
Hal itulah salah satu penyebab masih dapat ditemukannya penganut Wetu
Telu di masa modern.
Dalam masyarakat lombok yang awam
menyebut kepercayaan ini dengan sebutan “Waktu Telu” sebagai akulturasi
dari ajaran islam dan sisa kepercayaan lama yakni animisme,dinamisme,dan
kerpercayaan Hindu.Selain itu karena penganut kepercayaan ini tidak
menjalankan peribadatan seperti agama Islam pada umumnya (dikenal dengan
sebutan “Waktu Lima” karena menjalankan kewajiban salat Lima
Waktu).Yang wajib menjalankan ibadah-ibadah tersebut hanyalah
orang-orang tertentu seperti kiai atau pemangku adat (Sebutan untuk
pewaris adat istiadat nenek moyang). Kegiatan apapun yang berhubungan
dengan daur hidup (kematian,kelahiran,penyembelihan hewan,selamatan dsb)
harus diketahui oleh kiai atau pemangku adat dan mereka harus mendapat
bagian dari upacara-upacara tersebut sebagai ucapan terima kasih dari
tuan rumah.
Lokasi
Lokasi yang terkenal dengan praktik Wetu Telu di Lombok adalah daerah Bayan, yang terletak di Kabupaten Lombok Barat. Pada lokasi ini masih dapat ditemukan masjid
yang digunakan oleh para penganut Wetu Telu. Ada juga sebuah tempat
yang digunakan oleh umat berbagai agama untuk berdoa.Namanya “Kemaliq” yang artinya tabu,suci dan sakral.terletak di desa Lingsar Kabupaten Lombok Barat yang setiap tahun mengadakan sebuah upacara adat yang bernama “Upacara Pujawali Dan Perang Topat” sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang diberikan Tuhan YME pada umat manusia
Referensi
Pulau Lombok dalam Sejarah, H. Lalu Lukman, cetakan 4 2007
Retrieved from: http://zaenudinmansyur.wordpress.com/2010/09/21/hello-world/
Ramadhan Wetu Telu
Bentar
lagi udah masuk bulan suci Ramadhan, bulan dimana umat muslim sedunia
melakukan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Bulan yang penuh berkah,
penuh pengampunan, penuh dengan pahala (*terune berdakwah*
..hehe). Kalo di Lombok gimana? ya samalah, semua juga berpuasa.. enak
aja elu2 sendiri pade dapet pahala. Nggak salah dong Lombok dikenal
dengan pulau seribu masjidnya, jadi bulan ramadhan lebih meriah disana.
Tapi sebentar dulu…, ada niy.. saat orang2 pada puasa ternyata ada
beberapa desa di Lombok yang cuek aja mamah sirih (bhs lombok=nginang,
bhs jawa=susur). Kok bisa? Iya, mereka itu penganut Wetu Telu
alias serba tiga ribu .. ehh bukan deng, maksutnya semua ibadahnya
hanya sebanyak 3 kali. Sembahyang cuma 3 kali, jadi di bulan Ramadhan
juga mereka cuma puasa 3 hari doang… enak ya.. wkakakaaa, Sssstt.. ga
boleh ikut2 hehe, itu hanya utk mereka aja kok. Di beberapa desa yang
menganut kepercayaan ini seperti di desa Bayan, kemudian komunitas di
desa Senaru, tidak peduli bulan Ramadhan ataupun bulan-bulan lainnya
semua warganya baik lelaki maupun perempuan tetap aja memamah sirih pada
pagi, siang, ataupun sore hari. Benernya apa siy kepercayaan Wetu Telu?
Banyak
persepsi tentang Islam Wetu Telu. Ada yang menilai pemeluknya belum
sepenuhnya menerima ajaran Islam, ada juga yang menilai pemeluknya masih
mencampuradukkan dengan nilai-nilai Hindu dan Budha dalam ibadahnya.
Wetu telu adalah adat turun-temurun yang hingga sekarang tetap
terpelihara dan harus dituruti pemeluknya. Jadi ibadah menurut mereka
disesuaikan dengan adat leluhur, mereka ibadah juga sekaligus upacara
adat. Mereka melakukan upacara adat di setiap hari Minggu, Rabu, dan
Jumat. Saya tidak akan terlalu banyak membahas kepercayaan Wetu Telu
ini, yang penting adalah meskipun bertolak belakang dengan pemahaman
saya, meskipun mereka orang2 yg aneh hehehehe.. (*maap*) tetapi bagaimanapun mereka juga bagian dari budaya dan adat suku sasak Lombok serta bagian dari komunitasku juga..
Retrieved from: http://terune.wordpress.com/2007/08/24/ramadhan-wetu-telu/
No comments:
Post a Comment