Sunday, July 22, 2012

Islam Wetu Telu, Sasak, Lombok

Islam Wetu Telu

Sejarah Islam Wetu Telu di Lombok
Wetu Telu (bahasa Indonesia:Waktu Tiga) adalah praktik unik sebagian masyarakat suku Sasak yang mendiami pulau Lombok dalam menjalankan agama Islam. Ditengarai bahwa praktik unik ini terjadi karena para penyebar Islam di masa lampau, yang berusaha mengenalkan Islam ke masyarakat Sasak pada waktu itu secara bertahap, meninggalkan pulau Lombok sebelum mengajarkan ajaran Islam dengan lengkap[1]. Saat ini para penganut Wetu Telu sudah sangat berkurang, dan hanya terbatas pada generasi-generasi tua di daerah tertentu, sebagai akibat gencarnya para pendakwah Islam dalam usahanya meluruskan praktik tersebut.

Sejarah
Sebelum masuknya Islam, masyarakat yang mendiami pulau Lombok berturut-turut menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Bahasa pengantar yang digunakan para penyebar tersebut adalah bahasa Jawa Kuno. Dalam menyampaikan ajaran Islam, para wali tersebut tidak serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.
Dalam[1] disampaikan dugaan bahwa praktik tersebut bertahan karena para wali yang menyebarkan Islam pertama kali tersebut, tidak sempat menyelesaikan ajarannya, sehingga masyarakat waktu itu terjebak pada masa peralihan. Para murid yang ditinggalkan tidak memiliki keberanian untuk mengubah praktik pada masa peralihan tersebut ke arah praktik Islam yang lengkap. Hal itulah salah satu penyebab masih dapat ditemukannya penganut Wetu Telu di masa modern.
Dalam masyarakat lombok yang awam menyebut kepercayaan ini dengan sebutan “Waktu Telu” sebagai akulturasi dari ajaran islam dan sisa kepercayaan lama yakni animisme,dinamisme,dan kerpercayaan Hindu.Selain itu karena penganut kepercayaan ini tidak menjalankan peribadatan seperti agama Islam pada umumnya (dikenal dengan sebutan “Waktu Lima” karena menjalankan kewajiban salat Lima Waktu).Yang wajib menjalankan ibadah-ibadah tersebut hanyalah orang-orang tertentu seperti kiai atau pemangku adat (Sebutan untuk pewaris adat istiadat nenek moyang). Kegiatan apapun yang berhubungan dengan daur hidup (kematian,kelahiran,penyembelihan hewan,selamatan dsb) harus diketahui oleh kiai atau pemangku adat dan mereka harus mendapat bagian dari upacara-upacara tersebut sebagai ucapan terima kasih dari tuan rumah.
Lokasi
Lokasi yang terkenal dengan praktik Wetu Telu di Lombok adalah daerah Bayan, yang terletak di Kabupaten Lombok Barat. Pada lokasi ini masih dapat ditemukan masjid yang digunakan oleh para penganut Wetu Telu. Ada juga sebuah tempat yang digunakan oleh umat berbagai agama untuk berdoa.Namanya “Kemaliq” yang artinya tabu,suci dan sakral.terletak di desa Lingsar Kabupaten Lombok Barat yang setiap tahun mengadakan sebuah upacara adat yang bernama “Upacara Pujawali Dan Perang Topat” sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang diberikan Tuhan YME pada umat manusia
Referensi
Pulau Lombok dalam Sejarah, H. Lalu Lukman, cetakan 4 2007

Retrieved from: http://zaenudinmansyur.wordpress.com/2010/09/21/hello-world/

Ramadhan Wetu Telu

Bentar lagi udah masuk bulan suci Ramadhan, bulan dimana umat muslim sedunia melakukan ibadah puasa selama satu bulan penuh. Bulan yang penuh berkah, penuh pengampunan, penuh dengan pahala (*terune berdakwah* ..hehe). Kalo di Lombok gimana? ya samalah, semua juga berpuasa.. enak aja elu2 sendiri pade dapet pahala. Nggak salah dong Lombok dikenal dengan pulau seribu masjidnya, jadi bulan ramadhan lebih meriah disana. Tapi sebentar dulu…, ada niy.. saat orang2 pada puasa ternyata ada beberapa desa di Lombok yang cuek aja mamah sirih (bhs lombok=nginang, bhs jawa=susur). Kok bisa? Iya, mereka itu penganut Wetu Telu alias serba tiga ribu .. ehh bukan deng, maksutnya semua ibadahnya hanya sebanyak 3 kali. Sembahyang cuma 3 kali, jadi di bulan Ramadhan juga mereka cuma puasa 3 hari doang… enak ya.. wkakakaaa, Sssstt.. ga boleh ikut2 hehe, itu hanya utk mereka aja kok. Di beberapa desa yang menganut kepercayaan ini seperti di desa Bayan, kemudian komunitas di desa Senaru, tidak peduli bulan Ramadhan ataupun bulan-bulan lainnya semua warganya baik lelaki maupun perempuan tetap aja memamah sirih pada pagi, siang, ataupun sore hari. Benernya apa siy kepercayaan Wetu Telu?

Banyak persepsi tentang Islam Wetu Telu. Ada yang menilai pemeluknya belum sepenuhnya menerima ajaran Islam, ada juga yang menilai pemeluknya masih mencampuradukkan dengan nilai-nilai Hindu dan Budha dalam ibadahnya. Wetu telu adalah adat turun-temurun yang hingga sekarang tetap terpelihara dan harus dituruti pemeluknya. Jadi ibadah menurut mereka disesuaikan dengan adat leluhur, mereka ibadah juga sekaligus upacara adat. Mereka melakukan upacara adat di setiap hari Minggu, Rabu, dan Jumat. Saya tidak akan terlalu banyak membahas kepercayaan Wetu Telu ini, yang penting adalah meskipun bertolak belakang dengan pemahaman saya, meskipun mereka orang2 yg aneh hehehehe.. (*maap*) tetapi bagaimanapun mereka juga bagian dari budaya dan adat suku sasak Lombok serta bagian dari komunitasku juga..
 
Retrieved from: http://terune.wordpress.com/2007/08/24/ramadhan-wetu-telu/
 

No comments:

Post a Comment