Wednesday, February 6, 2013

Imam Mahdi Penuh Kejutan



SELALU penuh kejutan demi kejutan. Begitulah
keberadaan dan aktivitas Salamullah pimpinan Lia
Aminuddin. Jika diibaratkan film, Lia dan jamaahnya
senantiasa menyajikan sekuel-sekuel tak terduga yang
menyentak. Kisahnya pun lain seperti keluar dari
pakem.

Simak saja. Mula-mula, pada 1997, Lia mengaku mendapat
wahyu dari malaikat Jibril. Kemudian, pada 18 Agustus
1998, ia memaklumatkan diri dibaiat Jibril sebagai
Imam Mahdi. Diumumkannya pula bahwa anaknya, Ahmad
Mukti, dibaiat sebagai Nabi Isa. Umat beragama mana
yang tak terkaget-kaget dibuatnya?

Pengakuan Lia yang kontroversial itu dituangkannya
dalam buku Perkenankan Aku Menjelaskan Sebuah Takdir
(selanjutnya disingkat PAMST). Kontan saja para ulama
heboh. Hujatan pun bermunculan. Tapi, Lia dan jamaah
setianya, waktu itu sekitar 100 orang, tenang-tenang
saja.

Lia berseru bahwa ia datang bukan hanya untuk
menyelamatkan bangsa Indonesia yang bergelimang dosa,
melainkan juga menyelamatkan dunia. "Maka, percayalah
pada pesan-pesan yang kusampaikan," begitu Lia
menyerukan.

Belum genap tiga tahun berselang, April 2001, Lia dan
Salamullah kembali bikin heboh besar. Mereka
mengadakan ritual penyucian diri melalui api. Kepada
pengikut setianya, ia mengeluarkan maklumat yang
terdengar aneh: "Syekh menyampaikan perintah Allah
untuk menggunduli rambut dan membakar sekujur tubuh
kita." Syekh adalah sebutan untuk malaikat Jibril yang
diyakini Lia. Ritual penyucian api itu berlangsung 22
April 2001, di Vila Bukit Zaitun, Megamendung, Puncak,
Jawa Barat, tempat aktivitas jamaah kala itu
dipusatkan.

Kejutan berikutnya, sebagian jamaah Salamullah tak
lagi menjalankan syariat Islam, meski tetap
mengedepankan zikir dan kebaikan universal. Sikap itu
mereka percayai sebagai pelaksanaan petunjuk Jibril
yang membawa pesan Allah. "Salah satu yang
diperingatkan Allah kepada manusia saat ini adalah
cara beragama. Umat beragama rajin beribadah ritual,
tapi itu tak berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari.
Salat jalan, korupsi terus," begitu penjelasan
Sumardiono, satu di antara jamaah setia Salamullah,
kepada GATRA.

Seandainya argumen tadi disampaikan Lia Aminuddin,
boleh jadi penjelasannya akan lebih panjang. Lia
memang dikenal hangat dan amat bersemangat menerangkan
seputar petunjuk-petunjuk Syekh. Semua itu selalu
disampaikan Lia dengan rangkaian bahasa indah nan
memikat.

Namun, kini belum waktunya bagi Lia untuk
bercuap-cuap. Pasalnya, sang pemimpin belum lama usai
menjalani khawlat-nya selama tiga tahun. "Sampai hari
ini, Bunda belum diperbolehkan bertemu orang selain
anggota jamaah," kata Abdul Rachman kepada Astari
Yanuarti dari GATRA, Oktober silam. Selama Lia menyepi
itu, Rachman, 33 tahun, dipercaya menjadi Imam Besar
Salamullah.

Kata Rachman, masa pengasingan bagi Bunda --sebutan
bagi Lia oleh jamaahnya-- adalah hukuman Allah atas
dosanya di masa lalu. "Dulu Bunda seorang muslim yang
suka menjegal kegiatan orang Kristen. Dulu Bunda sama
dengan kita, menganggap jalan selamat hanya lewat
Islam. Karena itulah, ia dipenjara tiga tahun oleh
Allah," Rachman menjelaskan.

Bagaimana Lia Aminuddin sampai "bertemu dengan
Jibril", dan akhirnya menghimpun Salamullah? Syahdan,
semua itu dimulai dari sebuah benda bercahaya kuning
yang, kata Lia, muncul, berputar, lalu lenyap persis
di atas kepalanya. Itu terjadi di suatu malam, tahun
1974. Di malam sepi itu, Lia sedang duduk santai
bersama Dokter Rosmini, adik iparnya, di rumahnya di
Jalan Mahoni 30, Jakarta Pusat. Kala itu, Lia seorang
ibu rumah tangga biasa, tak begitu memedulikan selain
merasa takjub.

Lia mulanya memang perempuan biasa. Tak ada keajaiban
pada dirinya. Ibu empat anak ini lahir 21 Agustus 1947
di Makassar, Sulawesi Selatan. Ia anak kedua dari enam
bersaudara pasangan Abdul Ghaffar Gustaman dan Zainab.
Sang ayah berlatar belakang Muhammadiyah, dikenal
sebagai pedagang sekaligus penceramah. Tapi, Lia tak
pandai mengaji. Perempuan tamatan SMU ini mengaku
terus terang bahwa pengetahuan agamanya tak lengkap.
Pada usia 19 tahun, Juni 1966, Lia disunting Ir.
Aminuddin Day, MSc, belakangan dosen Fakultas Teknik
Universitas Indonesia. Pasangan ini dikaruniai empat
anak. Sebagai ibu rumah tangga modern, Lia banyak
beraktivitas di luar rumah sebagai perangkai bunga
kering. Ia kerap tampil di televisi memperagakan
kemahirannya itu, sehingga namanya dikenal masyarakat.

Perubahan luar biasa terjadi pada 27 Oktober 1995.
Ketika salat tahajud, tiba-tiba sekujur tubuh Lia
menggigil keras. Ia merasa ada yang menemani. Ia
ketakutan, mengira makhluk yang menemaninya adalah jin
atau iblis. Tapi, rasa ketakutannya segera lenyap.
Soalnya, "Makhluk itu memberinya nasihat-nasihat yang
baik," ujar Lia, mengenang.

Belakangan, menurut Lia, sang pendamping itu mengaku
bernama Habib al-Huda, bermakna pemberi petunjuk yang
dicintai Allah. Dan, dua tahun setelah "pertemuan"
itu, 28 Juli 1997, barulah Habib mengaku bahwa dirinya
adalah malaikat Jibril. Mulanya Jibril memperkenalkan
diri sebagai Habib al-Huda, tulis Lia dalam PAMST,
adalah, "Demi menimbang-nimbang seandainya dia
langsung menyebut dirinya sebagai Jibril Alaihissalam
tentulah aku tak akan percaya."

Setelah pertemuan gaib dengan Habib al-Huda, Lia
mendadak memperoleh banyak kemahiran menakjubkan.
Mulai menulis sampai mengobati orang. Semua masalah
diuraikannya dengan apik dalam bentuk tulisan, puisi,
bahkan lagu. Dalam delapan bulan saja, tercatat 30
lagu diciptakan. Dari yang syahdu sampai kocak, dari
keroncong hingga semidangdut. Adapun irama lagunya
diciptakan Lia bersama dua jamaah, Yanthi S.
Sulistiono dan Mira Julia.

Malah, percaya nggak percaya, buku PAMST setebal 232
halaman itu dituntaskannya dalam tempo cuma 29 hari!
Buku itu dibagikan gratis, sepekan sebelum Lia
mengumumkan dibaiat Jibril. Di situ dikisahkan tentang
pengembaraan Lia bersama Jibril --plus kesaksian
pengikutnya--lengkap dengan seluk-beluk radiasi
nuklir, ozon, satelit, dan galaksi. Kata Lia,
penulisan buku itu bisa cepat dan terarah atas
tuntunan Jibril.

Dipaparkan pula dalam buku itu, sosok Lia punya
multifungsi. Ia tak hanya sebagai Imam Mahdi, juga
sebagai sosok Maryam yang melahirkan Nabi Isa. Jasad
Lia dijadikan media tempat Jibril memberi ilmu dan
berbagai petunjuk mengenai dunia-akhirat. Nah, menurut
Lia, ketika Jibril berbicara melalui jasadnya, dia
dalam keadaan sadar. "Jadi, bukan kesurupan," tutur
Lia, berusaha menepis keraguan umat.

Roh Jibril yang diyakini Lia merasuki tubuhnya itu,
antara lain, mengabarkan bahwa bangsa Indonesia bakal
mengalami penderitaan berat. Penjelasan Jibril tadi
membuat Lia merinding. Apalagi, ia memang tahu,
Indonesia sedang diterpa krisis ekonomi. Ia pun berdoa
kepada Allah agar berkenan memberinya cara menolong
umat. Lia bersyukur, karena doanya itu terkabul.
Petunjuk-Nya, menurut Lia, disampaikan Jibril pada 1
Oktober 1997 pukul 15.00.

Obat itu tak lain adalah sumber mata air di Jalan
Mahoni, tempat pertama kali Lia melihat cahaya dari
langit, pada 1974 --belakangan menurut Lia, benda
bercahaya itu tak lain adalah Jibril. Sumber mata air
yang menyembuhkan berbagai penyakit itu tak dalam,
cuma 5-6 meter. Penggaliannya, masih kata Lia, juga
atas tuntunan Jibril.

Tempat bertuah itu kemudian diberi nama Salamullah.
Nama ini pula yang menjadi nama resmi jamaah Lia.
Akhirnya, pada 18 Agustus 1998, Lia memproklamasikan
diri sebagai Imam Mahdi yang dibaiat Jibril. Lia
mengaku, langkah itu diambil karena sudah ditegur
Jibril lantaran belum juga mengumumkan "kabar penting
bagi umat" tersebut.

Kelebihan Lia yang nyata adalah kemampuannya mengobati
penyakit. Ilmu ini sering dipraktekkannya. Lia cukup
memijat pasien sembari membaca doa-doa pendek seperti
Alif-lam-mim atau Al-Fatihah. Pasien yang dipijat
umumnya sembuh. Dramawan dan penyair W.S. Rendra
adalah seorang pasien Lia yang tersembuhkan, setelah
lima kali berobat.

"Si burung merak" itu, menurut Lia, mengidap banyak
penyakit: ginjal, lever, dan bengkak-bengkak seluruh
tubuh. Rendra juga sempat kehilangan rasa keindahan,
dan bisa pulih lagi. "Semua ini adalah karunia Allah,"
ujar Lia. Uniknya pula, semua jamaah Salamullah punya
keampuhan mengobati setara dengan keampuhan Lia.
Kehebatan Lia mengobati --termasuk menularkan ilmu
pada jamaah-- juga kelihaiannya berdiskusi soal Islam
dan penjelasan mengenai "takdirnya sebagai Imam
Mahdi", membuat banyak orang tertarik mengikuti
aktivitasnya. Awalnya ada 100-an jamaah Salamullah,
kini menciut menjadi 70-an orang.

Mereka datang dari berbagai kalangan. Ada budayawan
seperti Danarto, ada pula insinyur lulusan ITB seperti
Landung Wahana. Yang mahasiswa tak sedikit. Landung
bergabung dengan Salamullah pada November 1997. "Saya
tertarik karena bahasa yang dipakai Ibu Lia sangat
indah," begitu alasan Landung ketika itu.

Tutur kata "sang Imam Mahdi" memang amat memikat.
Lembut namun kalimat per kalimatnya nyata berisi dan
terangkai indah. Sikapnya pun hangat dan "alakadarnya"
layaknya manusia biasa. Jauh dari kesan sok "jawa" dan
"jaim" alias sok jaga wibawa dan jaga image.
Seorang pengikut setia Lia, Sumardiono, awalnya sempat
kaget dan kecewa berat. Ia tak menyangka, Lia yang
dikagumi jauh dari kesan sebagai pemimpin. Waktu itu,
untuk pertama kalinya, Sumardiono bertemu Lia di
pengajian. Pria kelahiran Mei 1969 ini melihat Lia
usai pengajian tergopoh-gopoh ke ruang makan dan
segera menyantap makanan ringan bersama jamaah lain.
Lia pun tak canggung bercengkerama dan tertawa
berderai bersama jamaah.
"Secara tidak sadar, aku kecewa karena figur itu
sangat berbeda dengan apa yang ada dalam bayanganku
sebelumnya," tutur Sumardiono, seperti dituangkannya
dalam buku Loving You karangannya sendiri, terbitan
Februari 2003. Buku setebal 204 halaman itu, antara
lain, berkisah mengapa ia memilih bergabung dengan
Salamullah dan meninggalkan kariernya di Badan
Penyehatan Perbankan Nasional.

Beberapa bulan setelah pertemuan dengan Lia,
Sumardiono bisa memaklumi dan balik menghormati Lia.
Soalnya, lulusan Teknik Informatika ITB ini menemukan
pemahamannya tentang dekonstruksi terhadap pengultusan
gambaran tentang kesalehan. "Tuhan menampilkan sosok
pilihan-Nya yang berbeda dengan kriteria kesalehan
yang dibuat para ulama," ujarnya.

Dalam pemahaman Sumardiono, di saat para ulama
bersikukuh mengajarkan keutamaan laki-laki, Tuhan
memilih perempuan Lia Aminuddin --dengan segala
kepolosannya-- menjadi utusan. Sumardiono pun ikhlas
menjadi jamaah setia Salamullah sejak 1997 sampai
sekarang.

Berbeda dengan sikap jamaah Salamullah, reaksi
masyarakat muslim --khususnya kalangan ulama-- justru
kontra-Lia. Sejak Lia mengaku mendapat wahyu dari
Jibril pada 1997, serangkaian reaksi keras pun
menerpanya. "Tak mungkin Lia bertemu Jibril, apalagi
menerima pesan-pesannya," kata Kiai Haji Ali Yafie,
salah satu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), kala
itu.

Pada 22 Desember 1997, MUI kemudian menerbitkan fatwa
yang mengecam pengakuan Lia bahwa itu bertentangan
dengan Al-Quran. Dalam Kitab Suci disebutkan, setelah
Nabi Muhammad, tak akan ada nabi lain. Bahwa tugas
Jibril menyampaikan wahyu, itu hanya kepada para
rasul, yang berakhir pada Nabi Muhammad. "Pengakuan
(Lia) tersebut dipandang sesat dan menyesatkan,"
demikian fatwa itu.

Surutkah Lia dan jamaahnya? Sama sekali tidak. Malah,
seperti telah disebutkan, pada 18 Agustus 1998 Lia
justru memproklamasikan diri sebagai Imam Mahdi yang
dibaiat Jibril. Reaksi pun kian keras menghantam Lia.
Tapi, Lia dan pengikutnya bergeming. Pada 9 Juli 1999,
ia balik mengeluarkan fatwa bahwa fatwa MUI itu justru
yang sesat, karena telah mengadili kebenaran.
"Terkutuklah orang yang mengadili kebenaran dengan
cara tidak adil dan sewenang-wenang," begitulah "fatwa
Jibril".

Setelah itu, Lia aktif melakukan berbagai manuver. Ia
mengobarkan perang terhadap Dajal di Tanah Air. Pada
22 Agustus 1999, misalnya, ia dan jamaahnya menyatakan
perang terhadap ratu lelembut Nyi Roro Kidul, di
Pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Para
dukun dan tukang santet juga diperangi karena dianggap
musyrik.

Akibatnya, menurut Sumardiono, Lia kerap terkena
serangan santet. Untuk mengatasinya, seluruh tubuh Lia
terpaksa ditarik banyak jamaahnya secara serentak,
sehingga badannya melayang di udara.

Lia juga memusnahkan aneka benda sakti yang dianggap
syirik. Yaitu tongkat --termasuk "tongkat Bung
Karno"-- keris, jimat, batu cincin, sesajen, serta
buku dan majalah "sesat". Buntutnya, Lia sempat
berurusan dengan pengadilan lantaran pemilik "tongkat
Soekarno" tak bisa menerima perbuatannya. Lia tak
gentar. "Jibril yang minta tongkat itu dimusnahkan,"
kata Lia kepada GATRA, kala itu.

Pada 24 Juni 2000, Lia menyatakan Salamullah sebagai
agama baru. Ajaran pokoknya tetap meyakini Nabi
Muhammad sebagai nabi terakhir. Tak ada nabi baru
setelah Muhammad. Menurut ajaran itu, yang ada adalah
kebangkitan kembali Nabi Isa, Imam Mahdi, dan roh
orang-orang suci. Adapun kitab sucinya, yang masih
terus disempurnakan, adalah Al-Hira. Tapi, sejauh itu,
para jamaah Salamullah masih menjalankan salat
sebagaimana diajarkan Nabi Muhammad.

Tentu agama baru tadi sempat membuat masyarakat,
utamanya muslim, terkejut. Tapi, kejutan lebih besar
menggema manakala Lia menggelar ritual penyucian api,
22 April 2001, di Vila Bukit Zaitun, Puncak. Lia dan
jamaahnya bertelanjang bulat menembus kobaran api,
setelah seluruh bulu dan rambut di tubuh mereka
digunduli. Mereka yakin, ritual itu merupakan "hisab"
(perhitungan Allah) untuk membersihkan diri dari
segala dosa.

Lia meyakinkan pada jamaahnya bahwa setelah itu mereka
seakan terlahir kembali bak bayi tanpa dosa. Toh, ada
dua jamaah yang tak diikutsertakan dalam ritual,
sesuai dengan petunjuk Jibril. Soalnya, demikian
menurut Jibril seperti disampaikan Lia, kedua orang
itu masih berlumur dosa sehingga dikhawatirkan api
akan menggosongkan tubuhnya.

Kali itu, Salamullah bukan cuma menuai hujatan, juga
tindakan anarkis. Vila Bukit Zaitun, tempat ritual
bakar-bakaran itu berlangsung, dirusak warga sekitar.
Warga tak terima kehadiran Salamullah yang dinilai
sesat oleh warga --meski Salamullah menegaskan sama
sekali tak menyebarkan ajarannya pada penduduk selain
jamaahnya. Beruntung, sebelum perusakan itu, sebagian
besar jamaah Salamullah "turun ke kota", kembali ke
Jakarta. Tak ada korban jiwa dalam anarki tersebut.

Lagi-lagi Salamullah melaju terus, juga dengan
kejutan-kejutannya. Apalagi, pihak MUI sepertinya "tak
terlalu bereaksi lagi". Soalnya, MUI memegang pakem:
takkan pernah mengeluarkan fatwa dua kali untuk hal
yang sama. Setelah menganut spiritual perenial,
Salamullah melakukan Lawatan Tauhid selama 34 hari, 27
Juli-awal September lalu, ke tempat-tempat kemusyrikan
di Jawa dan Bali. Perjalanan ini terkait dengan inti
ajaran Salamullah, yaitu ketauhidan. Tidak musyrik dan
menyekutukan-Nya.

Sebanyak 34 jamaah berkonvoi dengan mobil, mendatangi
makam Wali Songo dan tempat pertapaan Parangkusumo di
Yogya, Kesultanan Yogya dan Solo, makam Bung Karno,
serta pertapaan Gunung Kawi, Jawa Timur. Pesantren pun
tak luput dikunjungi. Mereka punya alasan khusus
mendatangi tempat-tempat tersebut. Semua itu, kata
Rachman, atas petunjuk Syekh.

Untuk makam Wali Songo, misalnya, Allah memerintahkan
mereka mengingatkan manusia betapa menderitanya para
wali atas pengultusan diri mereka. Alasan senada
berlaku untuk makam keramat lain. Keraton juga dinilai
sebagai tempat yang telah terkontaminasi kemusyrikan.
Begitu pun pesantren tertentu yang dinilai suka
bermain dengan jin.

Rombongan Salamullah ini tak sepenuhnya bisa
menyampaikan pesan secara langsung. Tidak setiap
sumber mau menemui mereka. Kalaupun mau, ujar Rachman,
para sumber pasti punya alasan yang menyatakan mereka
tidak musyrik. "Mereka bilang, kami tetap percaya satu
Tuhan, dan kami tidak minta pada kuburan. Itu hanya
salah satu cara untuk makin dekat dengan Tuhan,"
Rachman menuturkan.

Sebelum Lawatan Tauhid ini, jamaah Salamullah
mengunjungi 100 kedutaan besar dan 130 gereja di
Jakarta. Itu dilakukan sejak empat bulan menjelang
invasi Amerika dan sekutunya ke Irak, Maret silam.
Pesan yang disampaikan: perdamaian! Ke depan, menurut
Rachman, agenda Salamullah yang sudah diberitahu Syekh
adalah mengajak para dukun kembali ke jalan lurus. Kapan "safari" semacam ini
berakhir? Rachman belum bisa memastikan. Sebab, katanya, semua tergantung
petunjuk Syekh.

Tentang tudingan bahwa Salamullah sesat, Rachman bilang, "Bila ini kebenaran
dari Allah, niscaya akan abadi. Bila sebaliknya, niscaya akan hilang ditelan
zaman." Artinya, kata Rachman pula, waktulah yang akan
membuktikan.

Taufik Alwie
Laporan Khusus, GATRA, Edisi 2 Senin 17 November 2003

1 comment:

  1. NABI MUHAMMAD SAW: BUKAN TUKANG TENUNG YANG BISA MEMPREDIKSI NASIB MANUSIA DAN DUNIA SAMPAI KIAMAT!

    ISLAM tidak menganut paham Mesianik baik Mesiahisme atau Mesiasisme apa lagi Mahdiisme

    Jangan tunggu Isa Al Masih kembali dan Imam Mahdi lahir atau muncul kembali karena Islam sama sekali tidak menganut paham Mesianik. Islam tidak mengenal Perang Akhir Zaman atau sering disebut dengan Armageddon.
    Dan kepunyaan Allah-lah segala apa yang tersembunyi di langit dan di bumi. Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. ﴾SQS. An Nahl, 16:77﴿

    Doa Yang Terlama Baru Dikabulkan Allah SWT

    Kenapa Muhammad SAW, orang Arab itu yang dianugerahi Allah SWT sebagai Rasul Allah dan penutup para nabi? Lah, kalau orang Arab kenapa bukan Ali bin Abi Thalib yang diangkat sebagai nabi??? Renungkan QS. 2:129.

    Kedatangan Muhammad SAW dan Kedengkian Terhadapnya Sampai Kiamat

    Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah RASUL ALLAH dan PENUTUP NABI-NABI. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [SQS. Al Ahzab, 33:40]

    Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? [SQS. Muhammad, 47:29]

    Nabi Muhammad SAW bukan Tukang Tenung yang Mampu dan Bisa mempredeksi masa depan umatnya apa lagi manusia umum

    Katakanlah (Hai Muhammad): Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa PERBENDAHARAAN Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib (masa yang lalu apa lagi masa yang akan datang) dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti (perbuatanku) kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” ﴾SQS. Al An’am, 6:50﴿

    Maka tetaplah MEMBERI PERINGATAN, dan kamu DISEBABKAN NIKMAT TUHANMU BUKANLAH SEORANG TUKANG TENUNG dan bukan pula seorang gila. ﴾SQS. Ath Thuur, 52:29﴿

    Upaya Makar terhadap Islam dan Kaum Muslim

    Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. ﴾SQS. At Taubah, 9:32﴿
    .
    Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ﴾SQS. At Taubah, 9:41﴿

    KHALIFAH (presiden, kanselir, raja, gubernur, bupati dan walikota) adalah Pewaris Misi Nabi dan Ulil Amri bagi Kaum Muslimin

    Ketika SEORANG MUSLIM dianugerahi sebagai ‘penguasa’ maka dia pun suka atau tidak suka harus tunduk pada ajaran Islamnya dimana dalam Al Quran memuat tuntunannya QS. 38:26, 6:165, 10:14dan 73 serta 35:39 dsb. Berarti SUKA atau TIDAK SUKA ketika menjadi PENGUASA atau Orang Nomor Satu ini maka dia adalah sang KHALIFAH.

    Dengan menyandang gelar sebagai ‘khalifah’ atau sekurang-kurang mempunyai jiwa dan semangat kekhalifahan tersebut otomatis, sang tokoh ini juga adalah ULIL AMRI (QS. 4:59) sebagaimana tersebut pada terjemahan ayat di atas.

    Dan Dialah yang menjadikan kamu KHALIFAH-KHALIFAH (penguasa-penguasa) di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain sesuai dengan amal salehnya) beberapa derajat, (semua ini) untuk menguji (kinerja)mu tentang apa yang diberikan-Nya (berupa jabatan kekuasaan, penguasa) kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ﴾SQS. Al An’am, 6:165﴿

    Janji Allah pada Kaum Muslim dalam Perjuangan Syiar Islam dan memakmurkan Kaum Muslim

    Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) SURGA yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. ﴾SQS. At Taubah, 9:72)

    ReplyDelete