Senin 05/09/2011
Masyarakat Adat Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU) punya tradisi dalam memperingati Lebaran Adat setiap tahun. Ritual ini diselenggarakan penganut Wetu Telu di Masjid kuno Bayan Beleq dan beberapa masjid kuno lainnya. Proses persiapan Lebaran Adat dimulai, Jumat (2/9) malam lalu dengan kegiatan takbiran di masjid setempat yang diikuti Kiai Kagungan dan Kiai Santri. Juga dilakukan penyerahan zakat fitrah berupa sembako, buah-buahan, hasil bumi lainnya dan sejumlah uang.
TOKOH adat Bayan R. Gedarip menyatakan ada pihak tertentu yang keliru menilai arti Wetu Telu. Mereka menganggap masyarakat Adat Bayan melaksakana sembahyang tiga kali. Penilaian seperti ini sangat keliru. Arti dari Wetu Telu, katanya adalah pemahaman yang melihat dunia ini dihuni oleh tiga unsur yakni tumbuh, melahirkan dan bertelur. Makna lain, ujarnya kita harus patuh terhadap perintah Tuhan, pemerintah dan mematuhi adat.
‘’Salah kalau Wetu Telu diartikan tiga kali sembahyang. Kalau bahasa Agama Islam apa yang diserahkan itu adalah zakat fitrah, sedangkan dalam bahasa adat disebut dengan sedekah,’’kata Gedarip dikediamannya di Bayan Beleq, Sabtu (3/9).
Lebaran Adat di tempat ini biasanya dilaksanakan tiga hari setelah Lebaran yang diselenggarakan secara nasional. Ini maksudnya, jelas Gedarip sebagai wujud dari ngiring syareat atau mengiringi syariat Islam yang sudah melaksakan Lebaran pada 1 Syawal 1432 H. Lebaran Adat berlangsung di Loloan, Barong Birak, Anyar dan beberapa tempat lainnya. Lebaran Adat diikuti Kiai Kagungan dan Kiai Santri.
Proses Lebaran Adat bukan sampai disitu. Setelah selesai Salat Ied kiai memotong ternak untuk dimasak yang akan dibawa bersama makanan lainnya ke masjid. Pemotongan ternak oleh kiai di rumah pemangku. Sekitar pukul 15.00 Wita mereka mempersiapkan bahan makanan yang dibawa ke masjid. Mereka yang membawa makanan itu jalan bersama warga lain yang datang dari beberapa dusun.
Menurut Gedarip, makanan yang dihidangkan dibawa dengan ancak yang terbuat dari anyaman bambu ukuran panjang 30 cm dan lebar 30 cm. Dalam ancak diisi dengan daging, nasi, garam dan lelukon atau pembungkus sirih dan pinang yang terbuat dari daun pisang. Ancak dibawa ke masjid oleh masyarakat adat untuk diserahkan kepada para kiai.
Di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan ritual Lebaran Adat juga sama seperti di Bayan Beleq. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sukadana R. Nyakradi menjelaskan Lebaran Adat di desanya berlangsung di beberapa tempat, seperti yang di Sembagek dan tempat lain.
Sejumlah warga menerangkan dengan Lebaran Adat mereka ingin mempertahankan tradisi leluhur yang berlangsung sejak masa lalu. Di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lebaran Adat tak diselenggarakan. Anggota DPRD KLU Djekat,SH menerangkan masyarakat adat di tempat ini hanya mengadakan Maulid Adat setiap tahun. ‘’Kalau Maulid Adat tetap diadakan, sedangkan Lebaran sesuai syariat Islam,’’ujarnya. (sam)
Retrieved from: http://www.suarantb.com/2011/09/05/wilayah/Mataram/detil2.html
LEBARAN ADAT-Sejumlah kiai di Masjid Kuno Sukadana sedang duduk usai
melaksanakan Salat Ied, Sabtu (3/9) lalu. (Suara NTB/ist)
Masyarakat Adat Bayan, Kabupaten Lombok Utara (KLU) punya tradisi dalam memperingati Lebaran Adat setiap tahun. Ritual ini diselenggarakan penganut Wetu Telu di Masjid kuno Bayan Beleq dan beberapa masjid kuno lainnya. Proses persiapan Lebaran Adat dimulai, Jumat (2/9) malam lalu dengan kegiatan takbiran di masjid setempat yang diikuti Kiai Kagungan dan Kiai Santri. Juga dilakukan penyerahan zakat fitrah berupa sembako, buah-buahan, hasil bumi lainnya dan sejumlah uang.
TOKOH adat Bayan R. Gedarip menyatakan ada pihak tertentu yang keliru menilai arti Wetu Telu. Mereka menganggap masyarakat Adat Bayan melaksakana sembahyang tiga kali. Penilaian seperti ini sangat keliru. Arti dari Wetu Telu, katanya adalah pemahaman yang melihat dunia ini dihuni oleh tiga unsur yakni tumbuh, melahirkan dan bertelur. Makna lain, ujarnya kita harus patuh terhadap perintah Tuhan, pemerintah dan mematuhi adat.
‘’Salah kalau Wetu Telu diartikan tiga kali sembahyang. Kalau bahasa Agama Islam apa yang diserahkan itu adalah zakat fitrah, sedangkan dalam bahasa adat disebut dengan sedekah,’’kata Gedarip dikediamannya di Bayan Beleq, Sabtu (3/9).
Lebaran Adat di tempat ini biasanya dilaksanakan tiga hari setelah Lebaran yang diselenggarakan secara nasional. Ini maksudnya, jelas Gedarip sebagai wujud dari ngiring syareat atau mengiringi syariat Islam yang sudah melaksakan Lebaran pada 1 Syawal 1432 H. Lebaran Adat berlangsung di Loloan, Barong Birak, Anyar dan beberapa tempat lainnya. Lebaran Adat diikuti Kiai Kagungan dan Kiai Santri.
Proses Lebaran Adat bukan sampai disitu. Setelah selesai Salat Ied kiai memotong ternak untuk dimasak yang akan dibawa bersama makanan lainnya ke masjid. Pemotongan ternak oleh kiai di rumah pemangku. Sekitar pukul 15.00 Wita mereka mempersiapkan bahan makanan yang dibawa ke masjid. Mereka yang membawa makanan itu jalan bersama warga lain yang datang dari beberapa dusun.
Menurut Gedarip, makanan yang dihidangkan dibawa dengan ancak yang terbuat dari anyaman bambu ukuran panjang 30 cm dan lebar 30 cm. Dalam ancak diisi dengan daging, nasi, garam dan lelukon atau pembungkus sirih dan pinang yang terbuat dari daun pisang. Ancak dibawa ke masjid oleh masyarakat adat untuk diserahkan kepada para kiai.
Di Desa Sukadana, Kecamatan Bayan ritual Lebaran Adat juga sama seperti di Bayan Beleq. Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sukadana R. Nyakradi menjelaskan Lebaran Adat di desanya berlangsung di beberapa tempat, seperti yang di Sembagek dan tempat lain.
Sejumlah warga menerangkan dengan Lebaran Adat mereka ingin mempertahankan tradisi leluhur yang berlangsung sejak masa lalu. Di Desa Sesait, Kecamatan Kayangan, Lebaran Adat tak diselenggarakan. Anggota DPRD KLU Djekat,SH menerangkan masyarakat adat di tempat ini hanya mengadakan Maulid Adat setiap tahun. ‘’Kalau Maulid Adat tetap diadakan, sedangkan Lebaran sesuai syariat Islam,’’ujarnya. (sam)
Retrieved from: http://www.suarantb.com/2011/09/05/wilayah/Mataram/detil2.html
No comments:
Post a Comment