By Luqman Firmansyah
|  | 
| Inilah dia H. Mahrus Ali | 
Beredarnya buku-buku tulisan H. Mahrus Ali di berbagai tempat di wilayah
  Indonesia benar-benar sangat meresahkan ummat Islam. Otomatis itu  
menjadikan fitnah besar bagi kaum Nahdhiyyin dan bisa mengancam  
persatuan dan kesatuan ummat Islam di Indonesia, bahkan bisa mengancam  
eksistensi Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)  
yang menganut ideologi Pancasila dan berazaskan Undang-undang Dasar  
1945. Atas dasar itu,  Tim Sarkub bersama kawan-kawan yang tergabung 
dalam  group “SARKUBIYAH” melakukan silaturrahim ke rumah kediaman H. 
Mahrus  Ali di Tambakwaru Sidoarjo, Surabaya - Jawa Timur untuk meminta 
 penjelasan langsung mengenai buku-buku tulisannya yang meresahkan  
masyarakat dan menyesatkan itu.
Inilah Foto ketika Tim Sarkub bersilaturahim ke rumahnya H. Mahmud:
Senin Wage, 22 November 2010 M/ 15 Dzulhijjah 1431 H menjadi hari 
bersejarah bagi Tim Sarkub. Di hari itulah mereka memulai perjalanan 
untuk ‘menginvestigasi” H. Mahrus Ali, pengarang buku-buku yang 
menyudutkan NU, di kediamannya di Tambakwaru Sidoarjo - Jawa Timur.  
Sebe lum menuju rumahnya H. Mahrus Ali (yang ngaku2 Mantan Kiai NU), 
mereka  berlima silaturrahim terlebih dahulu ke rumah keponakannya yang 
bernama  H. Mahmud alumni pesantren Langitan untuk berbincang-bincang 
sebentar  sambil mengemukakan maksud dan tujuan kedatangan baik kami ke 
sana.  Karena, rumahnya H. Mahmud terletak pas berada di gang yang mau 
menuju  rumahnya H. Mahrus Ali.  Tentunya tidaklahh sopan apabila 
melewati rumahnya begitu saja.

 
Dalam silaturrahim itu mereka mendapat gambaran tentang  ajaran yang 
dianut oleh Mahrus Ali, bahkan mereka mendapat informasi bahwa  Mahrus 
Ali itu mengharamkan makan daging ayam dikarenakan ayam  mempunyai 
cakar. Begitupula, Mahrus Ali mengharamkan makan tahu dengan  alasan 
tahu itu mengandung cuka.
Setelah bersilaturrahim kemudian  mereka menuju langsung ke rumahnya 
Mahrus Ali untuk bersilaturrahim dan  ingin menanyakan langsung tentang 
penggunaan istilah “Mantan Kiai NU”  dalam setiap karangannya.
Alhamdulillah berkat anugerah Allah swt mereka  bisa menemui dia dengan 
begitu mudahnya. Padahal menurut informasi yang didapatkan di 
masyarakatnya bahwa dia itu sulit sekali ditemuinya  terutama dengan 
orang yang tidak sepaham dengannya. Bahkan ibu  kandungnya sendiri 
ketika sakit keras, dia (Mahrus Ali) tidak mau  menemuinya dengan alasan
 tidak sepaham dengannya.
Dalam silaturrahim  itu Tim Sarkub sempat berdialog langsung dengannya 
dan alhamdulillah mereka  berhasil membongkar kebohongan dan kebusukan 
Mahrus Ali yang menganut  paham Wahhabi beserta penerbit buku-buku 
karangannya, yang telah  menghina dan melecehkan NU. Dengan demikian, 
mereka sudah sepantasnya  diseret ke pengadilan untuk diadili dan 
mendapatkan hukuman yang  setimpal sesuai dengan perbuatan mereka.
Mereka  sempat mengambil foto secara rahasia lewat  hp untuk dijadikan 
sebagai data dan bukti yang valid. Karena, H. Mahrus  Ali tidak mau 
difoto dan menghukumi haram masalah foto. Begitupula, mereka sempat 
berdialog dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Mahrus Ali  termasuk
 masalah penggunaan istilah “Mantan Kyai NU” di setiap buku  
karangannya. Ternyata dalam jawaban Mahrus Ali penggunaan istilah  
“Mantan Kiai NU” itu bukanlah dari kemauan H. Mahrus Ali (Wahhabi tulen)
  sendiri, tetapi istilah itu merupakan keinginan dan hasil rekayasa 
dari  penerbit “Laa Tasyuk” yang menerbitkan buku-buku karangannya 
dengan  tujuan agar buku-buku tersebut best seller di pasaran. Buku2 
tersebut  pada hakikatnya merupakan suatu pelecehan dan penghinaan 
terhadap  eksistensi NU baik di forum nasional maupun internasional. 
Dengan  demikian, mereka meminta langsung kepada H Mahrus Ali dengan 
sejujurnya  untuk membuat pernyataan mengenai istilah Mantan Kyai NU 
yang merupakan  bukan pilihannya sendiri sebagai suatu klarifikasi agar 
tidak menjadi  fitnah berkepanjangan di kemudian hari.
|  | 
| Kyai Thobary bersama Mahrus Ali di sampingnya yang sedang menulis Surat Pernyataan. | 
Inilah  surat pernyataan Mahrus Ali yang sejujurnya kepada Kyai Thobary.
 Mahrus  mengatakan bahwa penggunaan istilah “Mantan Kiai NU” bukan 
berasal dari  dia sendiri. Tetapi itu merupakan pilihan dari pihak 
penerbit “Laa  Tasyuk” yang terlalu dipaksakan demi untuk mengeruk 
keuntungan pribadi  lewat buku2  tulisan Mahrus Ali yang diterbitkannya.
 Untuk lebih  jelasnya lagi kami salin kembali surat pernyataan Mahrus 
Ali di bawah  ini:
“MANTAN KYAI NU BUKAN PILIHAN SAYA DAN SAYA SUDAH BILANGKAN KEPADA WARTAWAN AULA, SAYA MINTA AGAR DIGANTI TAPI SAYA TIDAK MAMPU”
TGL 15 DZULHIJJAH 1431 H
WASSALAM
MAHRUS
Inilah scan surat pernyataan aslinya!!
|  | 
| Surat Pernyataan dari H. Mahrus Ali | 
Jadi, dalam hal ini penerbit  “Laa Tasyuk” bersalah secara hukum. 
Begitupula dengan Mahrus Ali.  Olehkarena itu, pihak NU harus menuntut 
dan menyeret mereka ke  pengadilan demi tegaknya hukum di Indonesia. 
Kalau dibiarkan saja, pasti  fitnah yang ditimbulkan oleh penerbit “Laa 
Tasyuk” dan H.Mahrus Ali  akan semakin berkobar saja dan dapat mengancam
 kewibawaan NU, bahkan  bisa merugikan bangsa Indonesia. Dengan 
demikian, Mahrus Ali dan penerbt “Laa Tasyuk”  ini merupakan  
manusia-manusia pembohong besar. Pernah dia diundang debat terbuka di  
UIN Sunan Ampel di Surabaya Jawa Timur untuk mempertanggung-jawabkan  
buku karangannya yang menghina NU dan tidak ilmiah itu, tapi dianya  
tidak hadir dengan bermacam-macam alasan. Coba lihat di sini video Debat
  Terbuka NU - Wahhabi dari 3 sampai dengan 8 :
http://www.youtube.com/watch?v=Pc3974OQ7ho&p=31D71980262CA429&playnext=1&index=2
Dengan ketidakhadirannya itu, takut ketahuan belangnya kali ya  
konspirasi politik Wahhabi ini?. Awas dan hati2  dengan fitnah dan  
kebohongan “The Phantom of Opera” ini !!!. Sekarang H. Mahrus Ali sedang
  dilanda ketakutan karena merasa bersalah. Dia juga suka nongkrong di  
warung kopi di depan balai desa di dekat rumahnya di desa Tambak Sumur  
RT 01 / RW 01 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Itupun  
beraninya kalau keadaannya sedang sepi. Hidupnya pun semakin susah saja 
 bahkan sudah terasing dari masyarakatnya. Dia itu ibarat  cacing tanah 
kepanasan yang menjadi cemoohan masyarakat sampai ke  anak-anak kecil. 
Itulah adzab Allah swt yang selalu menimpa dia  dikarenakan atas 
perbuatannya sendiri. Mudah-mudahan ini menjadi  pelajaran bagi kita !!.

 
Inilah Warjok alias Warung Pojok, tempat nongkrongnya Mahrus Ali 
minum  kopi di depan Balai Desa Tambakwaru Sidoarjo Jatim. Itupun dia 
lakukan  kalau kondisinya sedang sepi. Kalau lagi ramai, waaaahh dia 
sangat  ketakutan sekali. Kebetulan warjok itu sedang tutup ketika Tim 
Sarkub berkunjung ke rumahnya. Waaaah inget2 umur belasan tahun aja nich
 tukang  nongkrong di jalanan bersama kawan2.
Adapun mengenai tulisan-tulisan H Mahrus Ali di setiap buku karangannya,
  semuanya itu berisikan pengkajian dan pembahasan yang tidak ilmiah dan
  mengandung ketidakbenaran, karena tidak disertai dengan dalil-dalil 
yang  kuat dan penjelasan-penjelasan yang ilmiah secara keilmuan. Hanya 
saja  dalil-dalil yang diambil olehnya baik dari Al-Qur’an maupun Hadits
 Nabi  hanyalah merupakan hasil terjemahan secara tekstual atau 
letterleg saja  sehingga sama sekali tidak mengenai sasaran yang tepat. 
Bahkan dalam  mengartikan ayat-ayat suci al-Quran yang ada asbabun 
nuzulnya, dia itu  sangat anti sekali dengan asbabun nuzul (sebab2 
diturunkannya ayat2 suci  Al-Qur’an). Karena, menurut dia asbabun nuzul 
itu dipenuhi dengan  sanad-sanad (sandaran-sandaran hukum) yang dhaif 
atau lemah. Selain itu  beliau sangat anti sekali terhadap kitab-kitab 
karangan Imam Syafi’i.  Dia hanya menggunakan tafsir yang dilakukan oleh
 sahabat Nabi SAW.  Dengan demikian, pengkajian Al-Qur’an yang ia 
lakukan merupakan suatu  kekeliruan dan penyimpangan yang besar, karena 
tidak berdasarkan ilmu  tafsir Al-Qur’an dari para ulama yang tidak 
diragukan lagi mengenai  kredibilitas keilmuan mereka. Padahal ilmu 
tafsir Al-Qur’an itu sangat  penting sekali dalam memecahkan setiap 
permasalah hidup (problem  solving) terutama yang berkaitan dengan 
ayat-ayat mutasyabbihat dan  ayat-ayat kauniyah.
Selain itu, dia menganggap bahwa ilmu hisab itu bid’ah dholalah dan yang
  paling benar hanyalah ilmu rukyat semata dalam penentuan awal bulan  
Qamariyah seperti awal Ramadhan, Syawal dan Dzul-Hijjah. Bahkan dia  
menyalahkan NU, Muhammadiyah, PERSIS dan ormas-ormas Islam lainnya.  
Dalam masalah jatuhnya waktu wukuf di Padang Arafah Saudi Arabia dan  
masalah jatuhnya hari puasa Arafah di Indonesia juga dia mengikuti  
keputusan pemerintah Saudi Arabia. Alasannya pemerintah Saudi Arabia itu
  menggunakan rukyat dan rukyatnya didukung dengan teropong-teropong 
yang  canggih dari Maroko. Kata saya kepadanya: “Bagaimana kita dapat  
melakukan rukyat (melihat hilal) dengan baik dan benar kalau tanpa  
didukung dengan data hisab yang akurat”? Karena, rukyat yang baik itu  
harus dilakukan hisab terlebih dahulu, dengan kata lain ” الرؤية بعد  
الحساب “. Rukyat tanpa data hisab yang akurat sudah barangtentu akan  
terjadi kesalahan dalam merukyat. Karena, untuk mengetahui posisi dan  
ketinggian hilal itu harus menggunakan ilmu hisab. Begitupula lamanya  
hilal di atas atau di bawah ufuk itu hanya bisa diketahui dengan ilmu  
hisab, yaitu lamanya hanya sekitar beberapa menit atau detik saja  
tergantung ketinggian hilalnya.
Salah seorang dari mereka, KH. Thobary Syadzily berkata kepada Mahrus Ali: 
“Ilmu
 hisab itu ibarat alamat lengkap  seseorang pak. Sedangkan, rukyat itu 
ibarat rumah seseorang. Bagaimana  kita bisa menemukan rumah seseorang 
kalau tanpa adanya alamat yang  jelas. Coba bapak pikirkan baik-baik !. 
Saya ini datang dari jauh dan  ingin ke rumah bapak. Apakah saya akan 
menemukan rumah bapak kalau saya  tidak mempunyai alamat rumah bapak 
yang jelas?”. Jawab Mahrus Ali:  
“Oh iya ya pasti sampeyan tidak bisa menemukan alamat rumah saya!”. Itulah  penjelasan KH. Thobary  kepada Mahrus Ali dan diapun mengakuinya secara jujur.
Kemudian KH. Thobary bertanya lagi kepada dia: 
“Ngomong-ngomong ! Apakah bapak  bisa tidak ilmu hisab?.”
Jawab dia:
 “Saya tidak bisa sama sekali ilmu  hisab.“
“Mengapa bapak menulis ilmu hisab di buku karangan bapak yang  berjudul “Amaliyah Sesat Di Bulan Ramadhan?. ” tanya KH. Thobary lagi. 
“Bahkan bapak mencela NU dan  Muhammdiyah serta Kementrian Agama Republik Indonesia. “
Jawab Mahrus Ali: 
“Oh  itu saya ambil dari internet saja. “
Kata KH. Thobary: 
“Memangnya bapak punya  internet?.”
“Ya, saya punya.”, jawab Mahrus Ali.
Itulah pengakuan sejujurnya Mahrus Ali  kepada KH. Thobary Syadzily. 
Karena, mereka berusaha meyakinkan dan memeluruskan pemahaman  dia yang 
salah dan keliru itu tentang ilmu hisab. Wal hasil H Mahrus  Ali itu 
tidak faham sama sekali tentang ilmu hisab dan rukyat. Ternyata  tulisan
 dia tentang hisab itu hanyalah merupakan copy paste dari  internet 
alias google saja.
Adapun dalam masalah penentuan awal  Ramadhan, Syawal, dan Dzul-Hijjah 
di Indonesia dia menyerahkan  sepenuhnya kepada NU. Dari sini kita 
fahami bahwa dia tidak konsisten  dengan pendiriannya semula, padahal 
secara keilmuan NU itu menggunakan  perpaduan antara Hisab dan Rukyat. 
Tapi, mengapa dia menganggap ilmu  hisdab itu bid’ah (maksudnya bid’ah 
dholalah atau sesat).
Bukan  hanya itu saja, H. Mahrus Ali pun sama sekali tidak paham tentang
 ilmu  mantik (logics). Bagaimana dia bisa memahami isi Al-Qur’an dan 
Hadits  kalau dia tidak paham tentang ilmu itu. Sedangkan, ilmu mantiq 
merupakan  salah satu pendukung untuk membongkar rahasia Al-Qur’an dan 
Hadits.  Begitupula ketika ditanya tentang ilmu tauhid pun pemahamannya 
sangat  dangkal sekali, sehingga apa yang dia pahami dalam masalah ilmu 
tauhid  tidak sesuai dengan pemahaman aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 
Dengan  demikian, pemahaman keilmuan H. Mahrus Ali benar-benar sangat 
diragukan  tentang kebenarannya karena tidak sesuai denagn fakta-fakta 
keilmuan  yang berlaku di dalam ajaran agama Islam. Itulah ajaran 
Wahhabi yang  dianut oleh H. Mahrus Ali untuk menyesatkan ummat Islam di
 Indonesia.  Memang Mahrus Ali itu otaknya sudah dicuci oleh Wahhabi 
ketika dia  belajar dahulu di Saudi Arabia selama 8 tahun.
Inilah buku karangan Mahrus Ali yang ternyata cuma diambil dari internet saja!

 
Awas jangan sampai terprovokasi atau terpengaruh dengan keberadaan buku 
 ini !!. Buku ini dan buku2 lainnya karangan H. Mahrus Ali penuh dengan 
 kebohongan dan hasil rekayasa dari Wahhabi di atasnya saja. Dengan kata
  lain, buku2 itu  hanyalah sebagai penyambung lidah Wahhabi (termasuk  
penerbit buku “LAA TASYUK” Jln Pengirian No 82 Surabaya dan oknum2 yang 
 berada di belakangnya) saja yang bertujuan untuk mengadu domba antara  
NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas2 lainnya dan  memperdaya ummat Islam 
 di Indonesia khususnya para warga Nahdhiyyin. Itulah gaya politik  
Wahhabi yang murahan dan rendahan (cheap and low political style of  
Wahhabi) yang selalu ditampilkan dalam da’wahnya. Cirinya: Wahhabi itu  
sangat licik sekali dan suka memecah belah ummat Islam saja. Cara  
berpikirnya pun sangat dangkal sekali dan sangat egoistis alias ingin  
menang sendiri saja serta suka usilan terhadap urusan ibadah orang lain 
 yang tidak sepaham dengannya dengan mengecam sesat, musyrik dan murtad.
  Dalam hal ini Wahhabi bukannya memajukan ummat Islam di bidang sains  
& tehnologi, justru sebaliknya hanya membuat ummat Islam semakin  
terperangkap saja dalam jurang kebodohan, sehingga sikapnya itu bisa  
menjadikan Indonesia sebagai negara yang tidak bermartabat dan bermoral 
 baik di forum nasional maupun internasional. Pengarang buku ini  
sebenarnya bukan mantan kiai NU, apalagi pernah menjadi anggota atau  
menjabat di NU. Dia itu orang kampung biasa yang keadaan hidupnya sangat
  sederhana sekali dan tidak punya power sedikitpun di masyarakatnya.  
Olehkarena itu, penerbit “Laa Tasyuk”  memanfa’atkan dia untuk dijadikan
  sebagai tumbal politik ekonominya.
Kalau melihat tampang muka dan tata  cara shalatnya beserta jama’ahnya, 
pasti semua orang menilai bahwa  aliran yang dianutnya sangat 
menyesatkan ummat Islam. Coba saja lihat di  sini foto-foto profil 
aslinya beserta jama’ahnya !!. Ini benar-benar  merupakan foto-foto asli
 dan bukan hasil rekayasa:
|  | 
| Khutbah Jum’atan di rumahnya sendiri diikuti sedikit jamaah yang mungkin sama-sama kurang waras. | 
|  | 
| Sujud di atas tanah dan memakai sandal ketika sholat jum’at bertempat di rumahnya Mahrus Ali. (gile bener!) | 
|  | 
| Mahrus Ali bersama komplotannya di kediamannya usai sholat jum’at. | 
|  | 
| Shalat pake sandal di atas tanah, tidak mau shalat di atas keramik atau ubin. hihihi | 
|  | 
| Jama’ahnya masih waras gak ya? | 
|  | 
| Sujud langsung di atas tanah tanpa alas, lalu kaki masih terbungkus sandal. | 
|  | 
| Shalat pakai sandal jepit di rumahnya Mahrus Ali. sandal bau telek! hihihi | 
|  | 
| Pengikutnya sok alim pake sorban tapi gak waras kayaknya. hehe.. | 
|  | 
| Kesesatannya sempat terekam oleh stasiun tv swasta nasional sewaktu shalat Id. | 
|  | 
| Shalat Id dengan komplotannya di atas tanah | 
Tulisan 
ini semata-mata sebagai nasehat agar tidak mudah menerima (menelan) 
informasi yang datang kepada kita tanpa mengecek atau meneliti informasi
 tersebut. Dan Tim Sarkub telah berhasil menginvestigasi langsung H. 
Mahrus Ali yang meresahkan ummat itu. Maka sangatlah mengherankan dengan
 sikap sebagian kalangan yang tidak pernah mau mengambil hikmah dan 
pelajaran dari fenomena kebohongan yang mengatas namakan ulama seperti 
kasus di atas, yaitu seorang H. Mahrus Ali yang mengaku sebagai mantan 
Kiayi NU dengan tujuan memojokkan NU.
Al-Qur’an  telah mengajarkan kepada kita agar tidak mudah mengambil begitu saja  informasi-informasi yang datang kepada kita, semua
  itu agar kita  terhindar dari tindakan yang bisa menyebabkan kerugian 
 terhadap orang  lain, baik berupa fitnah atau yang lainnya, sebagaimana
  tercantum dalam  surat Al-Hujarat ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا  إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ  
فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً  بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا 
 فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
‘Hai  orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa
  suatu  berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak 
menimpakan  suatu  musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
 yang  menyebabkan  kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Berikut ini salah satu  kutipan yang jelas-jelas bohong, yang berasal  
dari penulis buku  “Menggugat Tahlilan” dan mengatas namakan pengarang  
kitab I’anath  Thalibin,
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang   
dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram  
 hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).
Penulis  buku tersebut mengutip kalimat tersebut dari kitab Ianatuth  
Thalibin,  yang mana kalimatnya telah di gunting/dipotong atau belum  
tuntas dan ini  yang dijadikan rujukan oleh remaja korban internet.  
Kutipan diatas juga  tercantum dalam buku “Mantan Kiai NU Menggugat  
Tahlilan”, isinya  sebagai berikut :
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak  disukai ialah perkara yang  
sangat biasa diamalkan oleh individu dalam  majelis untuk menyampaikan  
rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan  membuat jamuan majelis  
untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan  semua itu adalah haram” 
 (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan,  hal. 69).
Perhatikanlah kutipan kalimat diatas, maka silahkan bandingkan dengan teks asli dari kitab I’anah,
وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة  والمكروه  
فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك  حرام إن كان
  من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو  ذلك.
“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan   
Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah   
Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang   
daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram 
  jika (dibiayai) dari harta yang terlarang, atau dari (harta) mayyit  
yang  memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa  
menimbulkan  bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”
Kalimat yang  seharusnya di lanjutkan tapi di potong. Mereka  telah 
menyembunyikan  maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang  berasal
 dari kitab  aslinya. Mereka memenggal kalimat secara  “seksama” 
(penipuan yang  direncanakan/kebohongan disengaja, red) demi  
tercapainya tujuan mereka yaitu  melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, 
 seolah olah tujuan mereka  didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya 
 didukung oleh tipu daya  mereka sendiri yang mengatas namakan ulama.  
Bukankah hal semacam ini  juga termasuk telah memfitnah Ulama ? 
Ucapan
  mereka yang katanya  menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang  
dengan prilaku penipuan  dan kebohongan yang mereka lakukan.
Itulah sekilas kebohongan yang dijadikan kebanggaan oleh sebagian da’i-da’i keblinger.
|  | 
| Shalat Id dengan komplotannya di atas tanah | 
Mengenai Kebohongan H. Mahrus Ali dalam bukunya, bisa anda baca di buku 
yang telah diterbitkan oleh Tim Bahtsul Masail PC NU Jember, bukunya 
berjudul : “MEMBONGKAR KEBOHONGAN BUKU MANTAN KIAI NU MENGGUGAT SHOLAWAT
 & DZIKIR SYIRIK (H.MAHRUS ALI”
Wallahu a’lam bishshowab.
Retrieved from: http://agama.kompasiana.com/2010/12/16/membongkar-kebohongan-h-mahrus-ali-dan-rekayasa-busuk-wahabi/