NU.or.id, Kamis, 25/06/2015 05:01
Oleh M. IsomYusqi
Islam merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Islam datang dari Allah SWT melalui utusan-Nya, Muhammad SAW. Islam hadir bukan hanya untuk mengislamkan bangsa Arab tapi juga untuk umat manusia dimana dan kapanpun mereka berada. Islam bukan monopoli bangsa, suku, daerah ataupun ras tertentu.Universalitas Islam sebagai agama langit melampaui sekat-sekat territorial dan perbedaan suku, ras dan jenis manusia.
Kendatipun demikian, Islam tidaklah terlahir dari ruang dan waktu yang kosong.Ia dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang secara teritori berasal dari Arab. Karenanya, proses dialog ajaran Islam dengan budaya Arab tidak dapat dihindarkan. Kearaban Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'an tidak serta merta dapat mengeneralisir bahwa semua yang berbau Arab itu pasti sakral,suci dan tidak ada sisi negatifnya.Tentu harus dipilih dan dipilah mana subtansi ajaran yang menjadi bagian Islam yang patut dimuliakan, dan mana yang tidak subtansial. Substansi ajaran Islam itulah yang melampaui budaya dan peradaban tertentu serta melampaui ras kemanusiaan. Rahmat Allah SWT berupa Islam, Nabi Muammad dan al-Quran diperuntukkan bagi semua semesta tanpa harus mengunggulkan dan melemahkan bangsa, suku dan ras tertentu atas yang lain.
Dengan demikian, Islam sebagai agama dan ajaran akan dapat berdialog dengan budaya dan peradaban manusia di mana dan kapanpun,termasuk dengan budaya dan peradaban Nusantara. Kendati harus diakui bahwa tidak semua budaya Nusantara identik dan sejalan dengan ajaran Islam. Namun, baik budaya Arab maupun Nusantara, tentu mengalami proses dialog yang saling mengisi, menyempurnakan dan tidak saling menegasikan terhadap ajaran Islam. Bahkan ajaran Islam yang justru menyempurnakan budaya-budaya tersebut agar seiring sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal dalam segala dimensi ruang dan waktunya.
Islam Nusantara bukanlah agama baru.Ia ada sejak agama Islam hadir di bumi Nusantara. Ia merupakan istilah yang digunakan untuk merangkai ajaran dan paham keislaman dengan budaya dan kearifan lokal Nusantara yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam. Islam Nusantara adalah sebuah ungkapan yang mencoba menegaskan bahwa ada Islam di wilayah Nusantara dengan segenap jati diri dan karakteristiknya yang khas. Dengan demikian, orang Islam yang kehilangan jati dirinya dan tampil dengan wajah kebarat-baratan atau kearab-araban, sehingga mereduksi tradisi, budaya dan adat istiadat bangsanya yang mungkin lebih relevan dengan ajaran Islam, tidak dapat disebut sebagai Muslim Nusantara.
Islam Nusantara tidak bermaksud mereduksi ajaran Islam seperti kewajiban berjilbab/menutup aurat, tahiyyat salam dan hal lain yang berbau kearaban. Justru Islam Nusantara sangat akomodatif dan inklusif terhadap hal-hal di atas sepanjang tidak bertentangan dengan subtansi ajaran Islam. Lokus kerja Islam Nusantara adalah pengaintegrasian antara nilai-nilai universal Islam dengan tradisi dan peradaban lokal kenusantaraan yang hidup dan tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini penting agar mampu melahirkan kembali umat manusia yang berbudaya dan berkeadaban gotong royong, ramah, murah senyum, toleran, moderat, tentram, teposeliro, magayu bagyo, andap asor dan tidak mudah marah atau mencaci maki orang yang berbeda dan tidak sependapat dengan dirinya.
Islam Nusantara ingin membangun peradaban dan melahirkan umat yang tidak adigang adigung adiguna, umat yang selalu menghargai perbedaan, berprinsip bhineka tunggal ika serta tidak hobi menebar rasa kebencian, kecurigaan dan hasud kepada sesama, hanya karena perbedaan keyakinan, agama, suku, ras dan bangsa. Islam Nusantara ingin mencetak manusia-manusia yang tidak beringas, merasa paling benar, eksklusif dan merasa superior di atas manusia lainnya. Intinya, Islam Nusantara adalah sebuah ikhtiar untuk melahirkan manusia yang berbudaya dan berkeadaban mulia yang selalu memanusiakan manusia tanpa ada diskriminasi.
NU dan Islam Nusantara
Gagasan baru tentang Islam Nusantara baru muncul secara terstruktur sekitar dua tahun terakhir. Pro kontra terhadap sebuah gagasan baru pasti datang silih berganti. Bahkan tidak jarang yang menuduh dan memberikan stigma negative atas sebuah gagasan tanpa berdialog terlebih dahulu dengan komunitas yang memunculkan gagasan tersebut.
Diakui atau tidak, NU adalah ormas Islam pertama yang mengarusutamakan gagasan Islam Nusantara itu, kendatipun harus diakui belum semua warga nahdliyin mengetahui dan memahami gagasan tersebut. Sejatinya gagasan itu lahir dari pergumulan akademik para elit intelektual NU, terutama Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj dan para akademisi STAINU serta UNU Jakarta, terhitung sejak dibukanya Program Pascasarjana Kajian Islam Nusantara di penghujung tahun 2012 lalu. Kendatipun lahir dari rahim NU, Islam Nusantara akan dipersembahkan untuk peradaban dan keadaban seluruh umat manusia.
Ide Islam Nusantara sebenarnya sangat bersahaja. Bertitik tolak dari fakta bahwa mayoritas umat Islam Indonesia berpaham dan mengikuti ajaran AhlussunnahWaljamaah (Aswaja), dan sebagian besar pengikut Aswaja itu adalah warga NU. Dalam diskursus para elit intelektual NU, Aswaja adalah manhajul hayat wal fikr (pedoman hidup dan metode berfikir) dengan berbasis pada sikap mulia yaitu tawassuth (moderat), tawâzun (seimbang/equal), tasâmuh (toleran) dan i'tidal (selalu berpihak pada kebenaran). Keempat pilar mulia itulah yang menjadi pijakan dalam bersikap, bertindak, bertutur kata, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan keempat pilar tersebut diharapkan dapat menjadi pisau analisis dalam pergumulan keilmuan dan dalam menghadapi benturan peradaban yang saling berpenetrasi, berinfiltrasi dan berakulturasi satu dengan lainnya.
Selain itu, NU dengan Aswajanya tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga tradisi dan kearifan lokal Nusantara. Hal itu terlihat dan terkonstruk secara terstruktur dan massif dalam tardisi dan laku “Arumaniz” (baca; tradisi baca Aurad/wiridan, Ratib, Manaqib, Maulid, Nasyid, Istighotsah dan Ziarah ulama atau makam auliya').
Islam Nusantara sejatinyaadalahgagasanprogresif yang berikhtiaruntukmendialogkanantaraintisariajaran Islam alaAswajadenganbudayadanperadabanNusantara yang tidaksalingbertentanganbahkansalingmenyempurnakansatusamalainnya. Samasekalitidakbermaksudmereduksiajaran Islam, mempertentangkanantara Islam Arab dan Islam Nusantara, apalagi anti budaya Arab, rasisdanlainsebagainya.
Sesungguhnya Islam Nusantara adalah sebuah ijtihad untuk menampilkan ajaran Islam yang membumi di Nusantara. Islam Nusantara mengimpikan ajaran Islam yang inklusif dengan peradaban bahari dan continental yang ada di dalamnya. Sehingga ajaran Islam tidak selalu dihadap-hadapkan dengan peradaban Nusantara. Dangan cara pandang seperti ini, diharapkan Islam Nusantara akan mampu melahirkan berbagai disiplin keilmuan yang khas Nusantara, seperti fikih nusantara, siyasah nusantara, muamalah nusantara, qanûn nusantara, perbankan Islam nusantara, ekonomi Islam nusantara dan berbagai cabang ilmu Islam lain atas dasar sosio-episteme kenusantaraan.
Tidak berhenti pada titik itu, ilmu-ilmu sosial dan eksakta pun akan coba dieksplorasi sedemikian rupa sehingga ilmu astronomi, teknik, pelayaran, pertanian, dan peternakan nusantara yang pernah menguasai dunia pada masa nenek moyang kita juga akan digali dan diketengahkan kembali body of knowledgenya dengan baik. Sehingga bangsa ini akan bangkit kembali dari keterpurukannya. Usaha ini sesungguhnya mirip dengan proyek keilmuan yang bernama islamisasi ilmu dan teknologi atau integrasi keilmuan (sains dan Islam).
Lebih jauh lagi, gagasan Islam Nusantara bertujuan untuk meng-counter discourse terhadap paradigm keilmuan yang sangat sekularistik-positivistik, yang serba teknologistik-materialistik dan juga penyeimbang terhadap budaya sosial masyarkat modern yang cenderung materialistis, hedonistis dan pragmatis. Bahkan, Islam Nusantara hendak mewujudkan budaya dan peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan universal keislaman dan kenusantaraan. Dengan demikian gagasan Islam Nusantara bukan sekadar pepesan kosong, namun merupakan proyek akademik, budaya dan peradaban sekaligus. Sebuah ikhtiar mulia dari anak manusia Nusantara untuk mengangkat harkat dan martabatnya dalam kontestasi global demi menggapai ridhaTuhan dan mengaktualisasikan risalah Islam rahmatan lil alamin bagi semesta alam.
Prof. Dr. M. IsomYusqi, MA, Direktur Pascasarjana STAINU Jakarta
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,60392-lang,id-c,kolom-t,Islam++NU+dan+Nusantara-.phpx
Oleh M. IsomYusqi
Islam merupakan pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Islam datang dari Allah SWT melalui utusan-Nya, Muhammad SAW. Islam hadir bukan hanya untuk mengislamkan bangsa Arab tapi juga untuk umat manusia dimana dan kapanpun mereka berada. Islam bukan monopoli bangsa, suku, daerah ataupun ras tertentu.Universalitas Islam sebagai agama langit melampaui sekat-sekat territorial dan perbedaan suku, ras dan jenis manusia.
Kendatipun demikian, Islam tidaklah terlahir dari ruang dan waktu yang kosong.Ia dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, yang secara teritori berasal dari Arab. Karenanya, proses dialog ajaran Islam dengan budaya Arab tidak dapat dihindarkan. Kearaban Nabi Muhammad SAW dan Al-Qur'an tidak serta merta dapat mengeneralisir bahwa semua yang berbau Arab itu pasti sakral,suci dan tidak ada sisi negatifnya.Tentu harus dipilih dan dipilah mana subtansi ajaran yang menjadi bagian Islam yang patut dimuliakan, dan mana yang tidak subtansial. Substansi ajaran Islam itulah yang melampaui budaya dan peradaban tertentu serta melampaui ras kemanusiaan. Rahmat Allah SWT berupa Islam, Nabi Muammad dan al-Quran diperuntukkan bagi semua semesta tanpa harus mengunggulkan dan melemahkan bangsa, suku dan ras tertentu atas yang lain.
Dengan demikian, Islam sebagai agama dan ajaran akan dapat berdialog dengan budaya dan peradaban manusia di mana dan kapanpun,termasuk dengan budaya dan peradaban Nusantara. Kendati harus diakui bahwa tidak semua budaya Nusantara identik dan sejalan dengan ajaran Islam. Namun, baik budaya Arab maupun Nusantara, tentu mengalami proses dialog yang saling mengisi, menyempurnakan dan tidak saling menegasikan terhadap ajaran Islam. Bahkan ajaran Islam yang justru menyempurnakan budaya-budaya tersebut agar seiring sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan universal dalam segala dimensi ruang dan waktunya.
Islam Nusantara bukanlah agama baru.Ia ada sejak agama Islam hadir di bumi Nusantara. Ia merupakan istilah yang digunakan untuk merangkai ajaran dan paham keislaman dengan budaya dan kearifan lokal Nusantara yang secara prinsipil tidak bertentangan dengan nilai-nilai dasar ajaran Islam. Islam Nusantara adalah sebuah ungkapan yang mencoba menegaskan bahwa ada Islam di wilayah Nusantara dengan segenap jati diri dan karakteristiknya yang khas. Dengan demikian, orang Islam yang kehilangan jati dirinya dan tampil dengan wajah kebarat-baratan atau kearab-araban, sehingga mereduksi tradisi, budaya dan adat istiadat bangsanya yang mungkin lebih relevan dengan ajaran Islam, tidak dapat disebut sebagai Muslim Nusantara.
Islam Nusantara tidak bermaksud mereduksi ajaran Islam seperti kewajiban berjilbab/menutup aurat, tahiyyat salam dan hal lain yang berbau kearaban. Justru Islam Nusantara sangat akomodatif dan inklusif terhadap hal-hal di atas sepanjang tidak bertentangan dengan subtansi ajaran Islam. Lokus kerja Islam Nusantara adalah pengaintegrasian antara nilai-nilai universal Islam dengan tradisi dan peradaban lokal kenusantaraan yang hidup dan tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini penting agar mampu melahirkan kembali umat manusia yang berbudaya dan berkeadaban gotong royong, ramah, murah senyum, toleran, moderat, tentram, teposeliro, magayu bagyo, andap asor dan tidak mudah marah atau mencaci maki orang yang berbeda dan tidak sependapat dengan dirinya.
Islam Nusantara ingin membangun peradaban dan melahirkan umat yang tidak adigang adigung adiguna, umat yang selalu menghargai perbedaan, berprinsip bhineka tunggal ika serta tidak hobi menebar rasa kebencian, kecurigaan dan hasud kepada sesama, hanya karena perbedaan keyakinan, agama, suku, ras dan bangsa. Islam Nusantara ingin mencetak manusia-manusia yang tidak beringas, merasa paling benar, eksklusif dan merasa superior di atas manusia lainnya. Intinya, Islam Nusantara adalah sebuah ikhtiar untuk melahirkan manusia yang berbudaya dan berkeadaban mulia yang selalu memanusiakan manusia tanpa ada diskriminasi.
NU dan Islam Nusantara
Gagasan baru tentang Islam Nusantara baru muncul secara terstruktur sekitar dua tahun terakhir. Pro kontra terhadap sebuah gagasan baru pasti datang silih berganti. Bahkan tidak jarang yang menuduh dan memberikan stigma negative atas sebuah gagasan tanpa berdialog terlebih dahulu dengan komunitas yang memunculkan gagasan tersebut.
Diakui atau tidak, NU adalah ormas Islam pertama yang mengarusutamakan gagasan Islam Nusantara itu, kendatipun harus diakui belum semua warga nahdliyin mengetahui dan memahami gagasan tersebut. Sejatinya gagasan itu lahir dari pergumulan akademik para elit intelektual NU, terutama Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj dan para akademisi STAINU serta UNU Jakarta, terhitung sejak dibukanya Program Pascasarjana Kajian Islam Nusantara di penghujung tahun 2012 lalu. Kendatipun lahir dari rahim NU, Islam Nusantara akan dipersembahkan untuk peradaban dan keadaban seluruh umat manusia.
Ide Islam Nusantara sebenarnya sangat bersahaja. Bertitik tolak dari fakta bahwa mayoritas umat Islam Indonesia berpaham dan mengikuti ajaran AhlussunnahWaljamaah (Aswaja), dan sebagian besar pengikut Aswaja itu adalah warga NU. Dalam diskursus para elit intelektual NU, Aswaja adalah manhajul hayat wal fikr (pedoman hidup dan metode berfikir) dengan berbasis pada sikap mulia yaitu tawassuth (moderat), tawâzun (seimbang/equal), tasâmuh (toleran) dan i'tidal (selalu berpihak pada kebenaran). Keempat pilar mulia itulah yang menjadi pijakan dalam bersikap, bertindak, bertutur kata, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahkan keempat pilar tersebut diharapkan dapat menjadi pisau analisis dalam pergumulan keilmuan dan dalam menghadapi benturan peradaban yang saling berpenetrasi, berinfiltrasi dan berakulturasi satu dengan lainnya.
Selain itu, NU dengan Aswajanya tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga tradisi dan kearifan lokal Nusantara. Hal itu terlihat dan terkonstruk secara terstruktur dan massif dalam tardisi dan laku “Arumaniz” (baca; tradisi baca Aurad/wiridan, Ratib, Manaqib, Maulid, Nasyid, Istighotsah dan Ziarah ulama atau makam auliya').
Islam Nusantara sejatinyaadalahgagasanprogresif yang berikhtiaruntukmendialogkanantaraintisariajaran Islam alaAswajadenganbudayadanperadabanNusantara yang tidaksalingbertentanganbahkansalingmenyempurnakansatusamalainnya. Samasekalitidakbermaksudmereduksiajaran Islam, mempertentangkanantara Islam Arab dan Islam Nusantara, apalagi anti budaya Arab, rasisdanlainsebagainya.
Sesungguhnya Islam Nusantara adalah sebuah ijtihad untuk menampilkan ajaran Islam yang membumi di Nusantara. Islam Nusantara mengimpikan ajaran Islam yang inklusif dengan peradaban bahari dan continental yang ada di dalamnya. Sehingga ajaran Islam tidak selalu dihadap-hadapkan dengan peradaban Nusantara. Dangan cara pandang seperti ini, diharapkan Islam Nusantara akan mampu melahirkan berbagai disiplin keilmuan yang khas Nusantara, seperti fikih nusantara, siyasah nusantara, muamalah nusantara, qanûn nusantara, perbankan Islam nusantara, ekonomi Islam nusantara dan berbagai cabang ilmu Islam lain atas dasar sosio-episteme kenusantaraan.
Tidak berhenti pada titik itu, ilmu-ilmu sosial dan eksakta pun akan coba dieksplorasi sedemikian rupa sehingga ilmu astronomi, teknik, pelayaran, pertanian, dan peternakan nusantara yang pernah menguasai dunia pada masa nenek moyang kita juga akan digali dan diketengahkan kembali body of knowledgenya dengan baik. Sehingga bangsa ini akan bangkit kembali dari keterpurukannya. Usaha ini sesungguhnya mirip dengan proyek keilmuan yang bernama islamisasi ilmu dan teknologi atau integrasi keilmuan (sains dan Islam).
Lebih jauh lagi, gagasan Islam Nusantara bertujuan untuk meng-counter discourse terhadap paradigm keilmuan yang sangat sekularistik-positivistik, yang serba teknologistik-materialistik dan juga penyeimbang terhadap budaya sosial masyarkat modern yang cenderung materialistis, hedonistis dan pragmatis. Bahkan, Islam Nusantara hendak mewujudkan budaya dan peradaban baru dunia yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan universal keislaman dan kenusantaraan. Dengan demikian gagasan Islam Nusantara bukan sekadar pepesan kosong, namun merupakan proyek akademik, budaya dan peradaban sekaligus. Sebuah ikhtiar mulia dari anak manusia Nusantara untuk mengangkat harkat dan martabatnya dalam kontestasi global demi menggapai ridhaTuhan dan mengaktualisasikan risalah Islam rahmatan lil alamin bagi semesta alam.
Prof. Dr. M. IsomYusqi, MA, Direktur Pascasarjana STAINU Jakarta
http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,60392-lang,id-c,kolom-t,Islam++NU+dan+Nusantara-.phpx
No comments:
Post a Comment